Sekitar 20 millenium yang lalu, di zaman es, Asia Tenggara adalah sebuah benua yang luasnya dua kali india dan meliputi apa yang kita sebut sekarang sebagai Indo-Cina, Malaysia dan Indonesia. Laut Cina Selatan, Selat Thailand dan Laut Jawa dulunya kering. Secara geologis, benua ini disebut Paparan Sunda atau Sundaland. Dari sanalah, Stephen Oppenheimer meyakini, lahirnya peradaban dan budaya yang lantas menyebar ke seluruh dunia
Hipotesis yang tak pelak membuat kita ge’er. Pusat peradaban dunia, je..Apalagi, beberapa waktu sebelumnya, terbit pula terjemahan buku karya Arysio Nunes Dos Santos, guru besar fisika nuklir dari State University of Campinas, Sao Paulo.Professor Santos menyatakan, Indonesia adalah bekas Atlantis yang hilang. Buku tentang ini juga sudah diterrjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Ufuk
Atlantis berarti surga, Filsuf Plato menulis, benua itu terbentang di seberang-seberang pilar pilar Herkules. Pada sekitar 9500 SM, tulis Plato, Atlantis tenggelam ke dalam samudera hanya dalam sehari semalam. Namun, Oppenheimer tidak berkisah atas dasar legenda Atlantis. Toh, buku Oppenheimer terbit lebih dulu ketimbang buku Santos. Eden In The East pertama kali diterbitkan oleh Phoenix Paperback, London, pada tahun 1998.
Oppenheimer adalah seorang dokter ahli genetic, awalnya ia terpukau melihat sebuah kelainan genetik pada masyarakat di pesisir pantai utara Papua yang mampu memproteksi diri dari serangan malaria. Menurutnya kelainan genetik ini adalah penanda adanya migrasi. Mutasi genetik yang sama juga ditemukannya di Polinesia Lantas, sang dokter menghabiskan waktunya untuk mempelajari struktur DNA manusia manusia Asia Tenggara dari Taiwan. Ia pun melakukan riset struktur DNA manusia sejak manusia modern ada ribuan tahun lalu. Dari sana ia meyakini, nenek moyang bangsa Polinesia lahir di Melanesia dan Asia Tenggara, lebih dari 5.000 tahun yang lalu. "Saya rasa, kebudayaan di Indonesia juga merupakan salah satu kebudayaan tertua di dunia," katanya.
Menurut Oppenheimer, elemen utama sebuah peradaban bukanlah kota, melainkan pertanian dan perikanan. Ia memandang, sistem pertanian di kawasan ini sudah terbilang maju. Oppenheimer menolak gagasan mainstream bahwa Asia Tenggara adalah pinggiran sejarah peradaban manusia yang berkernbang karena pengaruh peradaban lain yang lebih maju, seperti Cina, India, Timur Tengah,dan Eropa. Justru dari paparan Sunda lah semuanya berasal. Hingga zaman es berakhir dan suhu bumi menghangat.
Kala itu, permukaan air laut meningkat dan terjadilah banjir besar. Riset oseanografi, menurut "Babad Tanah Sunda" Oppenheimer memperlihatkan adanya tiga kali banjir besar di planet ini, yakni pada 12.000 SM, 9.000 SM, dan 6.000 SM Banjir banjir itu akhirnya menenggelamkan sebagian Sunda, dan membentuk pulau pulau yang kita kenal sekarang sebagai Nusantara. Tatkala banjir besar itu terjadi, jumlah penduduk Sundaland sudah terbilang banyak. Alih alih habis tenggelam, me reka kemudian tersebar ke seluruh belahan dunia. Rekonstruksi persebaran linguistik oleh Johanna Nichols mendukung dugaan ini. Menurut Nichols, bahasa bahasa Austronesia menyebar dari Indonesia Malaysia ke kawasan kawasan lainnya, lalu menjadi induk dari bahasa bahasa dunia. Banjir Sundaland yang menyebarkan penduduknya ke pelbagai belahan bumi itu juga yang membuat hampir semua kebudayaan di dunia kecuali Afrik memiliki cerita banjir besar yang menenggelamkan benua. Oppenheimer mencatat ada sekitar 500 kisah soal banjir di seluruh dunia dari Amerika hingga Polinesia. Inti ceritanya sama: ada banjir besar dan ada jagoan yang menyelamat kan banyak orang dengan kapal besar dan membawa hewan hewan. Bahtera itu lalu terhempas di puncak gunung dan orang orang dari kapal melanjutkan hidup baru mereka dari sana.
Di kitab suci, kita mengenal kisah bahtera Nuh. Orang Mesopotamia (Irak sekarang) menyebutkan, pahlawan yang menyelamatkan banyak orang dalam banjir itu bernama Utanapishtim. Tapi, orang Babilonia (selatan Irak) memanggilnya Athrasis dan orang India kuno menyebutnya Manu. Di Toraja, Oppenheimer menulis, mitos tentang banjir besar juga ada. Tongkonan (rumah adat Toraja) punya bentuk atap yang mirip perahu. Menurut cerita rakyat di sana rumah mereka di zaman dulu awalnya memang perahu yang setelah terjadinya banjir besar kemudian dipakai sebagai rumah. Suku Dayak Iban, juga punya kisah banjir yang menenggelamkan benua. Nabi Nuh versi mereka bernama Trow
Hubungan antara Sundaland dan wilayah lain di muka bumi semakin diperkuat oleh temuan Oppenheimer berupa ke¬samaan benda benda neolitik berusia7.500 tahun di Sumeria (sebelah tenggara Irak sekarang) dan Asia Tenggara. Dari Babilonia (selatan Irak sekarang)terdapat legenda tentang munculnya tujuh ilmuwan dari Timur. Kisah sejenis ada dalam beberapa folklore India dan daerah daerah di Nusantara. Hebatnya lagi, Oppenheimer menunjukkan cerita perseteruan anak anak Adam, Kain dan Abel (Qabil dan Habil) versi Asia Timur dan Pasifik. Di Papua Nugini, ada kisah Kullabop dan Manip yang juga bertikai karena saudara perempuan mereka. Bahkan penduduk asli Selandia Baru, menyebut perempuan per¬tama di dunia bernama Eeve. Mereka juga meyakini, manusia pertama dibuat dari tanah lempung berwarna merah. Itu sebabnya, menurut Oppenheimer jika benar Taman Eden tempat bertemunya Adam dan Hawa di bumi, menurut kitab suci benar benar ada, maka lokasinya pasti di Asia Tenggara, di bekas paparan Sunda. Toh, ada ayat dalam Geesis yang menyatakan Eden ada di Timur. o
Hipotesis yang tak pelak membuat kita ge’er. Pusat peradaban dunia, je..Apalagi, beberapa waktu sebelumnya, terbit pula terjemahan buku karya Arysio Nunes Dos Santos, guru besar fisika nuklir dari State University of Campinas, Sao Paulo.Professor Santos menyatakan, Indonesia adalah bekas Atlantis yang hilang. Buku tentang ini juga sudah diterrjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Ufuk
Atlantis berarti surga, Filsuf Plato menulis, benua itu terbentang di seberang-seberang pilar pilar Herkules. Pada sekitar 9500 SM, tulis Plato, Atlantis tenggelam ke dalam samudera hanya dalam sehari semalam. Namun, Oppenheimer tidak berkisah atas dasar legenda Atlantis. Toh, buku Oppenheimer terbit lebih dulu ketimbang buku Santos. Eden In The East pertama kali diterbitkan oleh Phoenix Paperback, London, pada tahun 1998.
Oppenheimer adalah seorang dokter ahli genetic, awalnya ia terpukau melihat sebuah kelainan genetik pada masyarakat di pesisir pantai utara Papua yang mampu memproteksi diri dari serangan malaria. Menurutnya kelainan genetik ini adalah penanda adanya migrasi. Mutasi genetik yang sama juga ditemukannya di Polinesia Lantas, sang dokter menghabiskan waktunya untuk mempelajari struktur DNA manusia manusia Asia Tenggara dari Taiwan. Ia pun melakukan riset struktur DNA manusia sejak manusia modern ada ribuan tahun lalu. Dari sana ia meyakini, nenek moyang bangsa Polinesia lahir di Melanesia dan Asia Tenggara, lebih dari 5.000 tahun yang lalu. "Saya rasa, kebudayaan di Indonesia juga merupakan salah satu kebudayaan tertua di dunia," katanya.
Menurut Oppenheimer, elemen utama sebuah peradaban bukanlah kota, melainkan pertanian dan perikanan. Ia memandang, sistem pertanian di kawasan ini sudah terbilang maju. Oppenheimer menolak gagasan mainstream bahwa Asia Tenggara adalah pinggiran sejarah peradaban manusia yang berkernbang karena pengaruh peradaban lain yang lebih maju, seperti Cina, India, Timur Tengah,dan Eropa. Justru dari paparan Sunda lah semuanya berasal. Hingga zaman es berakhir dan suhu bumi menghangat.
Kala itu, permukaan air laut meningkat dan terjadilah banjir besar. Riset oseanografi, menurut "Babad Tanah Sunda" Oppenheimer memperlihatkan adanya tiga kali banjir besar di planet ini, yakni pada 12.000 SM, 9.000 SM, dan 6.000 SM Banjir banjir itu akhirnya menenggelamkan sebagian Sunda, dan membentuk pulau pulau yang kita kenal sekarang sebagai Nusantara. Tatkala banjir besar itu terjadi, jumlah penduduk Sundaland sudah terbilang banyak. Alih alih habis tenggelam, me reka kemudian tersebar ke seluruh belahan dunia. Rekonstruksi persebaran linguistik oleh Johanna Nichols mendukung dugaan ini. Menurut Nichols, bahasa bahasa Austronesia menyebar dari Indonesia Malaysia ke kawasan kawasan lainnya, lalu menjadi induk dari bahasa bahasa dunia. Banjir Sundaland yang menyebarkan penduduknya ke pelbagai belahan bumi itu juga yang membuat hampir semua kebudayaan di dunia kecuali Afrik memiliki cerita banjir besar yang menenggelamkan benua. Oppenheimer mencatat ada sekitar 500 kisah soal banjir di seluruh dunia dari Amerika hingga Polinesia. Inti ceritanya sama: ada banjir besar dan ada jagoan yang menyelamat kan banyak orang dengan kapal besar dan membawa hewan hewan. Bahtera itu lalu terhempas di puncak gunung dan orang orang dari kapal melanjutkan hidup baru mereka dari sana.
Di kitab suci, kita mengenal kisah bahtera Nuh. Orang Mesopotamia (Irak sekarang) menyebutkan, pahlawan yang menyelamatkan banyak orang dalam banjir itu bernama Utanapishtim. Tapi, orang Babilonia (selatan Irak) memanggilnya Athrasis dan orang India kuno menyebutnya Manu. Di Toraja, Oppenheimer menulis, mitos tentang banjir besar juga ada. Tongkonan (rumah adat Toraja) punya bentuk atap yang mirip perahu. Menurut cerita rakyat di sana rumah mereka di zaman dulu awalnya memang perahu yang setelah terjadinya banjir besar kemudian dipakai sebagai rumah. Suku Dayak Iban, juga punya kisah banjir yang menenggelamkan benua. Nabi Nuh versi mereka bernama Trow
Hubungan antara Sundaland dan wilayah lain di muka bumi semakin diperkuat oleh temuan Oppenheimer berupa ke¬samaan benda benda neolitik berusia7.500 tahun di Sumeria (sebelah tenggara Irak sekarang) dan Asia Tenggara. Dari Babilonia (selatan Irak sekarang)terdapat legenda tentang munculnya tujuh ilmuwan dari Timur. Kisah sejenis ada dalam beberapa folklore India dan daerah daerah di Nusantara. Hebatnya lagi, Oppenheimer menunjukkan cerita perseteruan anak anak Adam, Kain dan Abel (Qabil dan Habil) versi Asia Timur dan Pasifik. Di Papua Nugini, ada kisah Kullabop dan Manip yang juga bertikai karena saudara perempuan mereka. Bahkan penduduk asli Selandia Baru, menyebut perempuan per¬tama di dunia bernama Eeve. Mereka juga meyakini, manusia pertama dibuat dari tanah lempung berwarna merah. Itu sebabnya, menurut Oppenheimer jika benar Taman Eden tempat bertemunya Adam dan Hawa di bumi, menurut kitab suci benar benar ada, maka lokasinya pasti di Asia Tenggara, di bekas paparan Sunda. Toh, ada ayat dalam Geesis yang menyatakan Eden ada di Timur. o
No comments:
Post a Comment