
PIDATO, SIAPA TAKUT !
Siapa pun pasti merasa takut saat berbicara atau berpidato di depan umum.Berbicara di depan umum merupakan ketakutan terbesar manusia setelah kematian.
Tokoh-tokoh besar dalam sejarah pun pernah mengalami ketakutan ketika berpidato. Salah satunya William Jennings Bryan (1860–1925), politikusAmerika Serikat (AS) yang memiliki pengaruh besar di Partai Demokrat dan pernah tiga kali sebagai kandidat Presiden AS (1896, 1900, dan 1908). Meski dianggap sebagai ahli pidato terhebat pada masanya, Bryan mengakui ketika kali pertama berpidato, lututnya gemetaran. Bahkan,tokoh sekelas Abraham Lincoln (1809–1865), Presiden AS ke-16,juga pernah ketakutan ketika berpidato. Rekan peng-acaranya, Herndon, mengisahkan, “Lincoln merasa malu dan sangat canggung.
Dia harus berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan sekitarnya. Selama beberapa saat dia berusahamenghilangkanrasamaludan perasaan sensitifnya yang kentara dan ini hanya membuatnya semakin canggung. Ketika mulai bicara, suaranya serak,melengking,dan tak enak didengar. Gaya, sikap, dan wajah kuning gelapnya mengernyit dan terlihat bosan.Sikap badannya aneh, gerakannya malu-malu. Semuanya tampak tidak berkompromi dengan dirinya,tetapi itu hanya berlangsung sebentar. Sesaat kemudian, dia tenang, ramah,dan bersungguh- sungguh. Pidato yang sebenarnya pun dimulai.” Fenomena ketakutan berpidato ditangkap oleh Dale Carnegie (1888–1955). Dia menjadi pelopor pergerakan potensial manusia.
Ajarannya telah membantu banyak orang menjadi pribadi yang percaya diri, menarik, dan berpengaruh. Dia memperkenalkan kursus public speaking pertamanya di sekolah Young Men’s Christian Association(YMCA) New York City pada 1912. Lazimnya kebanyakan kursus public speaking saat itu, Carnegie mengawali kelasnya dengan mengajarkan teori, tetapi dia langsung menyadari bahwa peserta kelasnya terlihat bosan dan gelisah. Dia menghentikan kuliahnya. Dengan tenang dia menunjuk seorang pria di barisan belakang, memintanya berdiri untuk menceritakan latar belakangnya. Setelah selesai, dia meminta peserta yang lain melakukan hal yang sama dan seterusnya sampai seluruh peserta mendapatkan kesempatan untuk berbicara singkat.
Dengan dorongan dari teman sekelasnya dan bimbingan dari Carnegie, mereka berhasil menghilangkan ketakutan dan mampu berbicara dengan memuaskan. “Tanpa mengetahui apa yang sedang saya lakukan, saya tidak sengaja menemukan metode terbaik untuk menaklukkan rasa takut,” kata Carnegie. Kursus public speaking Carnegie menjadi terkenal sehingga dia diminta mengajarkannya di kotakota lain. Bertahun-tahun kemudian, dia terus memperbaiki dan mencari metode-metode baru kursusnya. Kursusnya kemudian diajarkan di sebagian besar negara dan telah memengaruhi banyak orang di berbagai lapisan masyarakat, mulai dari buruh pabrik dan pegawai kantoran, pemilik dan manajer bisnis hingga para pejabat pemerintahan dan politisi.
Tujuan utama sebagian besar peserta kursus public speaking adalah untuk menaklukkan kegugupan, lebih percaya diri, lebih tenang, dapat berpikir jernih, dan mampu menyampaikan pendapat dengan jelas dan logis. Dalam pelatihan public speaking, ada empat hal penting: awalilah dengan kemauan yang kuat dan besar; kuasai apa yang akan dibicarakan; bertindaklah dengan percaya diri; dan berlatihlah. Pengalaman dan metode-metode yang diajarkan dalam kursus Carnegie kemudian dibukukan: How to Win Friends and Influence People (1936) yang terjual lebih dari 20 juta kopi dan pada 2002 dinobatkan sebagai Buku Bisnis #1 Abad Ke-21, How to Stop Worrying and Start Living (1948) yang juga terjual jutaan eksemplar,lalu buku the Magic of Speaking yang terbit kali pertama pada 1962.
Dalam edisi terbaru yang terbit pada 2005, buku klasik itu lebih disesuaikan bahasanya, berisi ide, cara, dan pembahasan yang sesuai dengan aslinya, termasuk pidatopidato Carnegie dan berbagai pelatihan diksi yang berkesinambungan pada setiap babnya.Tujuannya untuk melatih penggunaan dan pelafalan kata-kata saat pidato. Buku ini juga merestorasi apendiks milik Carnegie dari tiga karya klasik: Acres of Diamonds karya Russell H Conwell, A Message to Garcia karya Elbert Hubbard, dan As a Man Thinketh karya James Allen. Karena penulisan buku ini dimulai pada 1920-an, di dalamnya memuat banyak tokoh yang sangat terkenal pada masanya. Hingga kini,prinsip-prinsip pidato mereka tetap masih dapat terapkan.
Mengenai hal ini dibahas panjang lebar di bagian ketiga: bagaimana para pembicara terkenal mempersiapkan pidato-pidato mereka? Lagi, saya ambil contoh Abraham Lincoln––karena paling banyak diceritakan dalam buku ini. Ketika membaca metode Lincoln dalam buku ini, kita akan melihat bagaimana Dean Brown dalam kuliahnya memuji beberapa prosedur yang digunakan Lincoln tiga perempat abad silam.Salah satu pidato Lincoln yang terkenal adalah ketika dia mengumumkan visi profetiknya mengenai perbudakan dan serikat pekerja: “Sebuah negara yang terpecah-pecah takkan bisa bertahan. Saya percaya pemerintah ini takkan bisa menahan separuh perbudakan dan separuh kebebasan, untuk selamanya.
” Pidato ini lahir ketika Lincoln mengerjakan pekerjaan rutinnya: ketika makan, menyusuri jalan, duduk di gudang untuk memerah susu sapinya, pergi ke toko daging dan bahan makanan setiap hari dengan mengenakan syal kelabu usang di bahunya, keranjang belanja di tangannya, putra kecil di sampingnya yang terus mengoceh dan bertanya. Lincoln terus berjalan, tenggelam dalam pikirannya sendiri,dan memikirkan pidatonya.
Dari waktu ke waktu selama proses perenungan dan pemikiran, Lincoln menulis catatan, fragmen, dan kalimat di mana saja: mulai dari amplop yang berserakan, bercarik-carik kertas, sobekan kantong kertas, atau apa pun yang bisa dijadikan media tulis. Semua catatan ini dia simpan di ujung topinya dan terus dibawa sampai dia siap untuk duduk dan menyusunnya dengan rapi,menulis dan merevisi seluruh catatannya, lalu menyusunnya untuk dijadikan pidato.(*)
Hendri F Isnaeni, Penulis Sejarah di Majalah Historia Online (www.majalah historia.com) Peraih Paramadina- The Jakarta Post Fellowship
Tokoh-tokoh besar dalam sejarah pun pernah mengalami ketakutan ketika berpidato. Salah satunya William Jennings Bryan (1860–1925), politikusAmerika Serikat (AS) yang memiliki pengaruh besar di Partai Demokrat dan pernah tiga kali sebagai kandidat Presiden AS (1896, 1900, dan 1908). Meski dianggap sebagai ahli pidato terhebat pada masanya, Bryan mengakui ketika kali pertama berpidato, lututnya gemetaran. Bahkan,tokoh sekelas Abraham Lincoln (1809–1865), Presiden AS ke-16,juga pernah ketakutan ketika berpidato. Rekan peng-acaranya, Herndon, mengisahkan, “Lincoln merasa malu dan sangat canggung.
Dia harus berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan sekitarnya. Selama beberapa saat dia berusahamenghilangkanrasamaludan perasaan sensitifnya yang kentara dan ini hanya membuatnya semakin canggung. Ketika mulai bicara, suaranya serak,melengking,dan tak enak didengar. Gaya, sikap, dan wajah kuning gelapnya mengernyit dan terlihat bosan.Sikap badannya aneh, gerakannya malu-malu. Semuanya tampak tidak berkompromi dengan dirinya,tetapi itu hanya berlangsung sebentar. Sesaat kemudian, dia tenang, ramah,dan bersungguh- sungguh. Pidato yang sebenarnya pun dimulai.” Fenomena ketakutan berpidato ditangkap oleh Dale Carnegie (1888–1955). Dia menjadi pelopor pergerakan potensial manusia.
Ajarannya telah membantu banyak orang menjadi pribadi yang percaya diri, menarik, dan berpengaruh. Dia memperkenalkan kursus public speaking pertamanya di sekolah Young Men’s Christian Association(YMCA) New York City pada 1912. Lazimnya kebanyakan kursus public speaking saat itu, Carnegie mengawali kelasnya dengan mengajarkan teori, tetapi dia langsung menyadari bahwa peserta kelasnya terlihat bosan dan gelisah. Dia menghentikan kuliahnya. Dengan tenang dia menunjuk seorang pria di barisan belakang, memintanya berdiri untuk menceritakan latar belakangnya. Setelah selesai, dia meminta peserta yang lain melakukan hal yang sama dan seterusnya sampai seluruh peserta mendapatkan kesempatan untuk berbicara singkat.
Dengan dorongan dari teman sekelasnya dan bimbingan dari Carnegie, mereka berhasil menghilangkan ketakutan dan mampu berbicara dengan memuaskan. “Tanpa mengetahui apa yang sedang saya lakukan, saya tidak sengaja menemukan metode terbaik untuk menaklukkan rasa takut,” kata Carnegie. Kursus public speaking Carnegie menjadi terkenal sehingga dia diminta mengajarkannya di kotakota lain. Bertahun-tahun kemudian, dia terus memperbaiki dan mencari metode-metode baru kursusnya. Kursusnya kemudian diajarkan di sebagian besar negara dan telah memengaruhi banyak orang di berbagai lapisan masyarakat, mulai dari buruh pabrik dan pegawai kantoran, pemilik dan manajer bisnis hingga para pejabat pemerintahan dan politisi.
Tujuan utama sebagian besar peserta kursus public speaking adalah untuk menaklukkan kegugupan, lebih percaya diri, lebih tenang, dapat berpikir jernih, dan mampu menyampaikan pendapat dengan jelas dan logis. Dalam pelatihan public speaking, ada empat hal penting: awalilah dengan kemauan yang kuat dan besar; kuasai apa yang akan dibicarakan; bertindaklah dengan percaya diri; dan berlatihlah. Pengalaman dan metode-metode yang diajarkan dalam kursus Carnegie kemudian dibukukan: How to Win Friends and Influence People (1936) yang terjual lebih dari 20 juta kopi dan pada 2002 dinobatkan sebagai Buku Bisnis #1 Abad Ke-21, How to Stop Worrying and Start Living (1948) yang juga terjual jutaan eksemplar,lalu buku the Magic of Speaking yang terbit kali pertama pada 1962.
Dalam edisi terbaru yang terbit pada 2005, buku klasik itu lebih disesuaikan bahasanya, berisi ide, cara, dan pembahasan yang sesuai dengan aslinya, termasuk pidatopidato Carnegie dan berbagai pelatihan diksi yang berkesinambungan pada setiap babnya.Tujuannya untuk melatih penggunaan dan pelafalan kata-kata saat pidato. Buku ini juga merestorasi apendiks milik Carnegie dari tiga karya klasik: Acres of Diamonds karya Russell H Conwell, A Message to Garcia karya Elbert Hubbard, dan As a Man Thinketh karya James Allen. Karena penulisan buku ini dimulai pada 1920-an, di dalamnya memuat banyak tokoh yang sangat terkenal pada masanya. Hingga kini,prinsip-prinsip pidato mereka tetap masih dapat terapkan.
Mengenai hal ini dibahas panjang lebar di bagian ketiga: bagaimana para pembicara terkenal mempersiapkan pidato-pidato mereka? Lagi, saya ambil contoh Abraham Lincoln––karena paling banyak diceritakan dalam buku ini. Ketika membaca metode Lincoln dalam buku ini, kita akan melihat bagaimana Dean Brown dalam kuliahnya memuji beberapa prosedur yang digunakan Lincoln tiga perempat abad silam.Salah satu pidato Lincoln yang terkenal adalah ketika dia mengumumkan visi profetiknya mengenai perbudakan dan serikat pekerja: “Sebuah negara yang terpecah-pecah takkan bisa bertahan. Saya percaya pemerintah ini takkan bisa menahan separuh perbudakan dan separuh kebebasan, untuk selamanya.
” Pidato ini lahir ketika Lincoln mengerjakan pekerjaan rutinnya: ketika makan, menyusuri jalan, duduk di gudang untuk memerah susu sapinya, pergi ke toko daging dan bahan makanan setiap hari dengan mengenakan syal kelabu usang di bahunya, keranjang belanja di tangannya, putra kecil di sampingnya yang terus mengoceh dan bertanya. Lincoln terus berjalan, tenggelam dalam pikirannya sendiri,dan memikirkan pidatonya.
Dari waktu ke waktu selama proses perenungan dan pemikiran, Lincoln menulis catatan, fragmen, dan kalimat di mana saja: mulai dari amplop yang berserakan, bercarik-carik kertas, sobekan kantong kertas, atau apa pun yang bisa dijadikan media tulis. Semua catatan ini dia simpan di ujung topinya dan terus dibawa sampai dia siap untuk duduk dan menyusunnya dengan rapi,menulis dan merevisi seluruh catatannya, lalu menyusunnya untuk dijadikan pidato.(*)
Hendri F Isnaeni, Penulis Sejarah di Majalah Historia Online (www.majalah historia.com) Peraih Paramadina- The Jakarta Post Fellowship
No comments:
Post a Comment