Wednesday, July 25, 2012


Mengenang Kepemimpinan Bang Ali


Demam pemilihan Gubernur sedang melanda Jakarta. Hingar bingar pesta demokrasi tersebut tengah memasuki putaran kedua. Ada dua pasangan kandidat yang saat ini tengah mempersiapkan diri untuk memimpin Jakarta; Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli dan Joko Widodo - Basuki Tjahaya Purnama.

Hanya Tuhan yang tahu, siapa diantara dua pasangan tersebut yang akan menjadi pemimpin Jakarta. Namun, semua orang tahu bahwa satu-satunya Gubernur Jakarta yang masih dikenang banyak orang hingga kini adalah Ali Sadikin, yang memimpin Jakarta dari tahun 1966 hingga 1977. Mengapa ?

Buku berjudul Ali Sadikin; Membenahi Jakarta Menjadi kota yang Manusiawi ini, mencoba menelusuri sepak terjang selama Bang Ali, begitu ia biasa dipanggil, selama menjadi Gubernur DKI. Ditulis oleh Ramadhan K.H. seorang sastrawan kenamaan Indonesia yang meraih berbagai penghargaan atas karya-karyanya.

Dilantik Presiden Soekarno pada tanggal 28 April 1966 di Istana Negara, dengan pertimbangan Jakarta, yang saat itu sedang tumbuh pesat disertai dengan seabreg permasalahannya, membutuhkan seorang pemimpin yang koppig, yang keras kepala. Sosok demikian dirasa cocok dengan karakter Ali Sadikin yang berlatar belakang tentara KKO, dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal. (Halaman 4-8)

Mualilah Bang Ali, memimpin Jakarta. Kota yang semula direncanakan pemerintah Belanda hanya untuk menampung 600 ribu penduduk, pada tahun 1966 telah berpenduduk 3,6 juta jiwa. Kenaikan tersebut lebih banyak disebabkan karena faktor urbanisasi dengan masyarakat kelas bawah yang kurang pendidikan dan keahlian mendominasi.

Jadilah Jakarta menjadi kota yang carut-marut dan kumuh. Sarana kota tidak lagi mampu melayani kebutuhan penduduknya dalam semua sektor. Keadaan fisik kota sangat mengenaskan, sehingga Bang Ali mengambil inisiatif untuk menetapkan Rencana Induk Jakarta, sebuah langkah yang menjadi prioritas utama dalam siasat dasar pemerintahannya. (Halaman 111-114)

Namun, yang paling kontroversial diantara kebijakannya adalah melokalisasi para perempuan pekerja seks Jakarta pada sebuah kawasan penuh rawa bernama Kramat Tunggak. Sebuah kebijakan yang terinspirasi dari industri seks di Bangkok, Thailand. Bang Ali beralasan kebijakan tersebut diambil agar Ibukota tidak terlihat kotor dan jorok.

Melokalisasi berarti mempersempit gerak para pekerja seks tersebut sehingga tidak bertebaran di mana-mana. Strategi ini juga dipilih demi mengatasi dekadensi moral, serta memperkecil korban lain yang terjerumus di dalamnya semaksimal mungkin. Kebijakan ini tentu saja pada awalnya mendapat penolakan keras dari berbagai kalangan, meski akhirnya tetap bisa berjalan setelah terjadi dialog. (Halaman 217-220)

Buku setebal 612 Halaman ini, memotret pengalaman sosok Ali Sadikin selama 11 tahun memimpin Jakarta. Dengan menggunakan kata “saya”, membaca buku ini seolah kita mendengarkan sosok Ali Sadikin berbicara secara langsung. Karya apik ini bukan sekedar untuk mengenang kepemimpinan Bang Ali di Jakarta semata, namun juga memberi gambaran sosok yang tepat untuk memimpin ibukota.

Sebagaimana yang disampaikan dalam pidato perpisahan pada sidang istimewa DPRD DKI Jakarta tanggal 5 Juli 1977, seluruh pengalaman yang dituangkan di dalamnya, diharapkan bermanfaat bagi para penerusnya, serta bagi siapa saja yang peduli dan memiliki kepentingan untuk Jakarta yang lebih baik. (Halaman 580-599)

Selain itu, menjelajahi halaman demi halaman buku ini, akan membawa pembaca pada masa lalu Jakarta sebagai puasat pemerintahan yang ternyata juga pernah menjadi tempat tinggal yang nyaman dan teratur. Dan bukanlah hal yang tidak mungkin, Jakarta akan kembali menjadi kawasan yang lebih baik daripada sekarang, tentu saja jika masyarakat Jakarta dapat memilih pemimpinnya secara tepat dalam pemiihan Gubernur putaran dua yang menanti di depan mata.

Noval Maliki









Wednesday, July 04, 2012


KEAJAIBAN MEMBERI

Memberi menciptakan suatu hubungan simbiosis. Kedua pihak diuntungkan. Si penerima mendapat manfaat dari pemberian Anda, dan Anda pribadi memperoleh manfaat karena sudah menjadi seorang pemberi.

Kadang manfaat langsung bagi orang yang Anda bantu itu mudah dilihat. Di kala lain, manfaat nyata tindakan Anda mungkin terjadi sekian tahun ke depan. Bisa saja pemberian Anda itu membantu orang-orang yang sakit,mendanai sebuah proyek untuk badan amal pilihan Anda, atau menolong seorang anak mempelajari sesuatu yang berharga. Apapun pemberian Anda—waktu, uang, atau upaya—pasti akan berdampak positif.

Di sisi lain persamaan ini adalah manfaat bagi Anda. Manfaat-manfaat itu mungkin kasatmata dan segera, atau mungkin tak kasatmata dan tertunda. Bahkan bisa saja Anda tidak menyadari bahwa itu manfaat. Mungkin Anda mendapatkan pengurangan pajak, atau Anda merasa bangga dengan kemampuan Anda membantu. Barangkali Anda menerima ucapan terima kasih yang tulus. Boleh jadi Anda melihat terpeliharanya sesuatu yang Anda yakini atau perubahan di bidang yang Anda tekuni.

Manfaat dan Paradoks

Apa pun bentuk manfaatmanfaat itu memberi membawa makna bagi hidup Anda. Di saat memberi,Anda berkesempatan untuk menciptakan dampak yang hebat selama dan kerap setelah hidup Anda.Bila Anda memberi tanpa mengharapkan imbalan, Anda meraup lebih banyak lagi manfaat.

Menurut Harvey dan Azim, memberi membawa manfaat di antaranya, hubungan-hubungan baru, rasa aman, pekerjaan (jaringan pertemanan yang erat), kesehatan yang baik, rasa berdaya, bangga dan berhasil, kebahagiaan, kedamaian, serta cinta. Paradoksnya bahwa bila Anda memberi dengan mengharapkan imbalan, Anda tidak akan menerima apa pun. Bila Anda memberi dengan gembira, tanpa memikirkan diri sendiri, dan dengan cinta, Anda akan mendapatkan manfaat besar.
Sikap yang Anda bawa dalam memberi akan mencerminkan manfaat yang Anda peroleh. Orang tua berbagi tempat tinggal, makanan, dan cinta dengan anak-anak mereka semata- mata karena mencintai darah dagingnya mereka, bukan karena mengharap cinta anak-anak itu. Pada akhirnya imbalannya amat sangat besar.

Namun,jika Anda memberikan uang,waktu,atau hal lain dengan harapan mendapatkan imbalan atas investasi itu, Anda menihilkan tujuan memberi.Ini bisa menjadi pelajaran negatif, Anda sudah memberi tetapi tidak merasa lebih baik.Tidak adanya “imbalan emotif” ini dapat menyebabkan Anda tidak lagi mau memberi.

Maka Anda pun merugi seperti mereka yang sebenarnya bisa Anda bantu (halaman 5). Kerugian itu pun akan semakin menumpuk dan terasa menjadi beban. Pasalnya, pengharapan akan imbalan menutupi kedermawanan sebagaimana sifat asli manusia.

Manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain menjadi penanda bahwa sebenarnya ia harus saling tolong menolong dengan segala potensi yang ada. Kunci menuju kekuatan memberi adalah memberi sesuai dengan potensi Anda, ungkap pendiri Corporate Sufi Worldwide dan Harvey McKinnon Associates ini (halaman 31).

Mengukuhkan Kemanusiaan

Lebih dari itu,benarlah apa yang dikatakan Harvey dan Azim dalam buku The Power of Giving: Agar Kemakmuran dan Kebahagiaan Selalu Menyertai Anda ini. Semakin Anda memberikan diri, semakin Anda memahami diri sendiri.Pemahaman realitas diri akan semakin mengukuhkan penghargaan atas kemanusiaan manusia. Manusia menjadi makhluk merdeka dan memiliki tanggung jawab atas sesamanya.

Dengan pemahaman yang demikian, memberi merupakan skema “memang sama menang”. Kemenangan atas kemanusiaan yang beradab dan berkeadilan sosial. Sekadar menyebutkan judul, ada beberapa buku yang mirip dengan karya ini. Di antaranya, Why Good Things Happen to Good People karya Stephen Post dan Jill Neimark. Stephen Post dan Jill Neimark menegaskan bahwa memberi merupakan kekuatan paling besar di dunia ini.

Mereka mendasarkan kesimpulan itu dari riset panjang pada jenjang usia muda hingga tua.Mereka pun memberi gambaran secara gamblang bahwa memberi di usia muda akan menghasilkan kesehatan fisik dan mental yang baik hingga masa tua. Demikian dengan pula dengan buku How to Become a Money Magnet besutan Marie-Claire Carlyle.

Marie mengatakan bahwa uang lebih luas ke-bahagiaan pada dasarnya akan mendekati kepada orang-orang yang sejalan antara pikiran dan perasaannya. Mereka memberi tanpa harus mengharap imbalan atas apa yang telah dikeluarkannya.

Benni Setiawan, Alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,Yogyakarta.

Thursday, June 21, 2012


MENANTI TATANAN DUNIA BARU

Kerinduan dan hasrat untuk membangun tatanan dunia baru yang penuh dengan suasana perdamaian dan kebahagiaan sudah menjadi fakta historis. Mungkinkah hasrat dan kerinduan itu akan terwujud?

Di bagian belakang lambang atau segel agung Amerika Serikat (reverse side of the great seal), yang digunakan dalam pecahan satu dolar, terdapat simbol piramida belum rampung, mata dalam segitiga, angka romawi melambangkan tahun kemerdekaan 1776, kata-kata latin annuit coeptis dan ordo nouvos seclorum.

Peneliti sejarah konspirasi, A Ralp Epperson, meneliti makna lambang tersebut selama 27 tahun dan menyimpulkan bahwa kunci memahami simbol-simbol tersebut adalah ordo nouvos seclorum,artinya Tatanan Dunia Baru. Moto Novus Ordo Seclorum diadaptasi dari sebaris puisi dalam Eclogue IV karya Virgil, seorang pujangga ternama Romawi di abad pertama sebelum masehi, yang mengungkapkan kerinduan untuk era baru perdamaian dan kebahagiaan.

Namun, Epperson memahami “tatanan dunia baru” sebagai “pemerintahan satu dunia.” Tujuan dari pemerintahan satu dunia bukan merupakan pemikiran baru. Salah satu organisasi formal terdahulu yang mendukung tujuan tersebut adalah Illuminati yang dibentuk pada 1 Mei 1776 oleh Adam Weishaupt. Pengajar hukum kanonik (hukum gerejawi) pada Universitas Ingolstadt di Bavaria –sekarang bagian dari Jerman– menyatakan: “Kita perlu mendirikan rezim universal dan kerajaan seluruh dunia…”

Menurut Andrew C. Hitchcock dalam The Synagogue of Satan,Adam Weishaupt adalah Yahudi Kripto, yaitu Yahudi Ashkenazi yang berpura-pura bukan Yahudi dengan memeluk Katolik Roma. Dalam sejarahnya, Yahudi Ashkenazi bukan berdarah asli Yahudi. Nenek moyangnya dari Khazaria, semula menyembah berhala memutuskan memeluk Yahudi agar selamat dari serangan Kristen dan Islam.

Yahudi Ashkenazi, kelak akan mewakili 90 persen orang Yahudi di dunia. Orang yang memerintahkan Weishaupt menyelesaikan Illuminati adalah seorang Yahudi Ashkenazi yang menjadi mbah penguasa dunia, Mayer Rothschild –dalam bahasa Jerman, Rothschild artinya “perisai atau tanda merah”, kemudian jadi lambang bendera Israel. Sebelumnya, organisasi yang mendukung datangnya kepemimpinan satu dunia adalah Ordo Mason atau Freemason.

Asal-usul dan perkembangan awal Freemason masih menjadi perdebatan. Tapi, Grand Lodge pertama, yaitu Grand Lodge of England, berdiri pada 1717 di London.Pada 1718, Freemason Inggris menyebar ke Prancis dan Spanyol, dan setelah 1729 ke India, Italia, Polandia, dan Swedia. Freemason menyebar ke bagian lain Eropa dan akhirnya membuat jalan ke kolonikoloni Amerika. Pada 1733, organisasi lokal (lodge) pertama di Amerika didirikan di Boston, di bawah otoritas Grand Lodge of England.

AS kini memiliki lodge-lodge besar di 50 negara bagian. Freemason bukan sekadar organisasi persaudaraan, tapi seperti ditulis oleh Albert Pike, seorang sovereign grand commander dari Scottish Rite of Freemasonry di Amerika dari 1850-1891, dalam bukunya yang penting di kalangan pengikut Freemason, Morals and Dogma: “… Dunia dalam waktu dekat akan datang kepada kita untuk Kedaulatannya (dengan jelas mengacu pada pimpinan pemerintahannya) dan Kepausannya (dengan jelas mengacu pada pemimpin religiusnya).

Kita akan membentuk persamaan alam semesta dan menjadi pemimpin bagi Penguasa Dunia.” Selain Illuminati dan Freemason, Epperson juga menyebut bahwa ada gerakan besar lainnya yang ingin membentuk pemerintahan satu dunia di bawah kepemimpinan religius. Fenomena yang merebak ke seluruh dunia itu disebut The New Age Movement. Menurut perkiraan George Barna dalam The Index of Leading Spiritual Indicators, sekira 20 persen orang dewasa Amerika adalah penganut New Age.

Dalam usaha memperoleh pengalaman transformasi, penganut New Age memakai bermacam teknik atau pelatihan, seperti meditasi (Buddha), yoga (Hindu), latihan pernafasan (tarekat), dan lain sebagainya. Dalam hal ajaran atau kepercayaan, mereka mengambilnya dari berbagai macam sumber: pantheism, manunggaling kawula gusti (aku adalah Tuhan,Tuhan adalah aku), karma dan reinkarnasi –kedua ajaran ini paling disenangi.

Bagi Epperson, di balik praktik dan kepercayaan New Age, Illuminati, dan Freemason, serta berbagai aktivitas lain yang disinyalir terkait gerakan tersebut; tersembunyi misi rahasia yaitu membangun “tatanan dunia baru.”

Hendri F Isnaeni Peneliti dan penulis sejarah

Monday, June 04, 2012


Membaca Ragam Kekhasan Jokowi

Keberhasilan Jokowi tentu tidak lepas dari pengaruh media massa. Salah satu pilar demokrasi ini mempunyai mekanisme sendiri dalam pembentukan sebuah tokoh. Oleh Benni Setiawan*) Buku Jokowi, dari Jualan Kursi hingga Dua Kali Mendapatkan Kursi menututurkan tentang seorang pemimpin daerah penuh inspirasi. Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi lahir pada 21 Juni 1961. Ia dilantik pertama kali menjadi Walikota Solo pada 28 Juli 2005. Nama Jokowi saat ini sedang mendunia. Ia tidak hanya menjadi seorang Wali kota di sebuah daerah kecil. Namun, kepak sayapnya telah banyak membuka mata masyarakat akan sebuah kepemimpinan yang diidamkan. Keberhasilan Jokowi tentu tidak lepas dari pengaruh media massa. Salah satu pilar demokrasi ini mempunyai mekanisme sendiri dalam pembentukan sebuah tokoh. Sang tokoh bisa besar dan kecil dalam realitas media, realitas statitik, realitas politik, dan realitas sesungguhnya. Kebiasaan bicara, berserikat, dan pers menyebabkan media memiliki peranan besar membentuk ketokohan. Kemunculan sang tokoh secara intensif dan masif di media biasa membuat postur seorang tokoh tiba-tiba menggembung atau mengempis. Jokowi saat ini adalah "darling", "cem-ceman", atau "kekasih" media. Kepandaian Jokowi memainkan rumus relasi publik (public relations) dengan tampil tepat waktu merebut momentum, membuat kiprahnya tersiar luas tanpa perlu bersusah payah beriklan. Itulah "realitas media" seorang Jokowi. Liputan tinggi terhadap Jokowi menaikkan angka popularitasnya, sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa survei terakhir menjalang pilkada DKI Jakarta 2012. Berkat dukungan media, Jokowi bersama Hadi Rudyatmo memenangi pilkada Solo 2010 dengan capaian gemilang, 91 persen. Lebih lanjut, postur tokoh sebetulnya tergambar lewat proses pembuktian kerja dan kinerja. Sebelum seseorang mengerjakan sesuatu dan terbukti memiliki kinerja yang penuh kelayakan sosoknya terbangun secara mitologis. Setelah kerja dan pembuktian kinerja sosoknya bertransformasi menjadi sosok historis-sosok yang terukur, bukan sekadar mitos. Inilah yang kemudian disebut realitas sesungguhnya oleh Eep Saefulloh Fatah dalam epilognya. Jokowi adalah sosok historis yang langka. Ia sudah melayari ujian kerja dan kinerja dan membuktikan sosok-historisnya. Dan justru inilah modal paling dahsyat yang dimilikinya. Di antara semua modal politik yang dimilikinya, modal paling besar yang dimiliki Jokowi adalah otentisitasnya. Seorang pemimpin disebut otentik manakala ia leluasa membuat langkah dan kebijakan karena ia tak memasukkan kepentingan personal dan kelompok yang sempit di dalam langkah dan kebijakan itu. Seorang pemimpin yang otentik akan menjadi pengendali yang powerful-berkekuatan besar-manakala punya visi tegas, arah jelas, kerangka berpikir di luar kelaziman umum (out of the box), dan keberanian mengamil risiko. Jokowi mempunyai itu.

Harapan Buku karya jurnalis senior Rakyat Merdeka ini tidak hanya menyuguhkan keberhasilan Jokowi. Namun, adanya harapan baru dari sosok pengusaha mebel itu. Jokowi, tulisnya adalah sebuah harapan. Kehadirannya menggarisbawahi fakta bahwa--di tengah buruk rupa wajah otonomi daerah--selalu saja tersedia harapan. Di tengah lorong gelap yang terasa panjang, Jokowi (dan tokoh-tokoh seperti dia) menunjukkan kepada kita bahwa nun di sana ada seberkas sinar yang akan menyudahi gulita dan menggantinya dengan benderan. Ia (atau mereka) seperti lilin yang bersinar di tengah gelap menikam. Yang dilakuan Jokowi sebetulnya sederhana belaka. Ia menegaskan bahwa menjadi kepala daerah yang luar biasa sejatinya adalah berpikir dan bertindak berbeda dari kepala daerah kebanyakan. Sesederhana itu. Jokowi menggarisbawahi bahwa untuk menjadi kepala daerah yang berhasil, seseorang cukup menjadi "Pemimpin" (dengan "P" besar), dan bukan sekadar berpuas diri menjadi gubernur, bupati, atau walikota, atau bahkan presiden. Menjadi pemimpin adalah mengikhlaskan diri dalam kerja layanan masyarakat. Sementara menjadi gubernur, bupati, wali kota, atau presiden cukup dengan mempertontonkan kekuasaan sambil menjaga jarak dari publik---menjadi sesuatu yang "tak tersentuh". Fenomena Jokowi mengonfirmasikan bahwa pemimpin dibentuk dari orang biasa, bukan dari bangsa malaikat seperti dalam kitab suci atau pahlawan super seperti dalam cerita-cerita komik (hlm. 120). Lebih lanjut, buku yang ditulis Yon Thayrun, Jokowi, Pemimpin Rakyat Berjiwa Rocker seakan melengkapi buku karya wartawan Rakyat Merdeka tersebut. Yon Thayrun menulis buku ini dengan melakukan wawancara mendalam dengan Jokowi. Sebuah pekerjaan yang tidak dilakukan oleh Zaenuddin HM. Berdasarkan wawancara tersebut, Yon Thayrun mengambil kesimpulan bahwa Jokowi merupakan pemimpin yang unik lagi nyentrik. Dia adalah pencinta musik rock. Dia rela menghabiskan waktunya untuk menonton latihan grup Trencem yang populer di Solo kala itu. Sebagai rocker, Jokowi mengilhaminya dalam kehidupan sehari-hari. Rock baginya adalah semangat hidup yang terus menyala. Dengan musik cadas ia mampu berpikir jernih dan mengambil keputusan berani untuk kepentingan masyarakat yang lebih baik. Penggemar Led Zeppelin dan Lamb of God itu pun dalam berbagai kesempatan menyatakan ingin mengundang Lamb of God tampil dalam Rock di kota yang kini masih dipimpinnya (Solo). Kedua buku tersebut menampilkan ragam kekhasan Jokowi. Jokowi memang menarik untuk diulas menjadi sebuah buku, karena dia sekarang sedang menjadi cem-ceman (kekasih) media. Dua buku tersebut saling melengkapi dan menutupi kekurangan. Siapa saja yang mengidolakan Jokowi dan ingin mengetahui lebih dekat diri Jokowi dua buku tersebut akan mampu menuntut Anda. Selamat membaca.

*)Benni Setiawan, blogger buku, bertualangkata.blogspot.com ***

Twitter Facebook

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes