
PARA PEREMPUAN MELAWAN TRADISI
Novel ini menjadi menarik karena dalam kultur masyarakat Arab perempuan tidak mempunyai kebebasan dalam memutuskan sesuatu, semua hal yang menyangkut hidupnya ditentukan oleh laki-laki, termasuk masalah perjodohan(Tabloid Jumat, 28-Maret-2008).
Novel yang ditulis oleh seorang perempuan muda lulusan King Saud University ini bukanlah novel ciklit biasa. Ketertarikannya pada dunia membaca dan menulis mendorongnya membukukan pengalaman nyata teman-teman perempuannyanya di Riyadh. Novel yang diangkat melalui email bersambung kepada para gadis muda yang rnelakukan chatting di sebuah grup online ini merupakan kisah nyata kehidupan sebagian gadis di Arab Saudi dalam mengejar pendidikan tinggi, karier dan mencari cinta sejati. Novel ini menjadi menarik karena dalam kultur masyarakat Arab perempuan tidak mempunyai kebebasan dalam memutuskan sesuatu, semua hal yang menyangkut hidupnya ditentukan oleh laki-laki, termasuk masalah perjodohan.
Penulis buku ini mencoba menyingkap tabir yang selama ini menutup realitas kaum perempuan di Riyadh melalui pesan-pesan email yang ditulisnya. Fenomena yang terpendam itu akhirnya menyembul jelas di depan mata kita. Sungguh sebuah realitas yang mencengangkan, haru, lucu sedih dan bahagia. Kisah nyata kehidupan empat gadis Riyadh: Qamrah, Michelle, Shedim dan Lumeis. Keempat gadis itu rupawan, mereka bersahabat dalam suka dan duka. Qamrah dan Shedim berteman sejak duduk di sekolah dasar dan di bangku sekolah menengah atas mereka mengenal Michelle alias Masya'il dari ibu yang berkebangsaan Amerika. Lumeis sendiri adalah teman Michelle di sekolah Internasional. Setiap minggu selepas shalat jum'at melalui email dan chatting di dunia maya mereka saling curhat Dalam perjalalan hidup mereka, Qamrahlah yang menikah lebih dahulu, seperti kebanyakan para gadis, pernikahan Qamrah juga sudah diatur oleh keluarganya. Para sahabatnya menyayangkan pernikahan Qamrah apalagi kemudian ia tidak bahagia dalam kehidupan pernikahannya. Suami Qamrah, Rasyid sangat egois ia hanya memikirkan dirinya sendiri bahkan ia justru dengan kasar memaki dan memukul istrinya ketika Ia kedapatan tengah berselingkuh dengan teman wanitanya yang berkebagsaan Jepang. Qamrah yang merasa harga dirinya dilecehkan meminta untuk bercerai.
Tak lama setelah Qamrah menikah, Shedim dilamar oleh Walid, pegawai eselon II dan Lumeis menikah dengan Nizar teman magang kuliahnya di Kedokteran Umum rumah sakit di Jeddah. Dari keempat sahabat itu hanya kehidupan rumah tangga Lumeis yang berakhir bahagia. Satu persatu cinta mereka runtuh dihantam badai. Selingkuh, kawin paksa, tak direstui keluarga, dan perbedaan agama menjadi sebab padamya cinta mereka. Lewat keempat tokohnya ini, Al Sanea menumpahkan kegalauan hatinya, bahwa bagi perempuan Arab, perkawinan adalah kematian bagi kebebasan, kreativitas dan persahabatan. Lebih dari itu perkawinan adalah kesedihan, penyesanlan dan duka cita
.
Jatuh bangun mencari cinta tak membuat keempat gadis muda itu putus asa mencari cinta. Berbagai cara mereka tempuh untuk menemukan tambatan hati yang mereka idamkan sampai pada sutu titik intervensi keluarga yang luar biasa merobohkan bangunan cinta yang dibangun perlahan-lahan. Dalam perjalanan cinta mereka, Shedim dan Lumeis akhirnya menemukan cinta dalam kehidupan perkawinannya. Untuk menemukan cinta seseorang tidak selalu perlu cinta untuk memutuskan menerima orang lain, juga tidak selalu harus orang nomor satu yang begitu sempurna untuk menjadi pendamping hidup. Cinta yang membawa ke bangunan menara kebahagiaan bagaikan cinta yang tumbuh perlahan-lahan dari biji yang disemai tentu akan lebih kuat dibandingkan cinta yang mengebu-gebu dan penuh hasrat.
Penulis buku ini mencoba menyingkap tabir yang selama ini menutup realitas kaum perempuan di Riyadh melalui pesan-pesan email yang ditulisnya. Fenomena yang terpendam itu akhirnya menyembul jelas di depan mata kita. Sungguh sebuah realitas yang mencengangkan, haru, lucu sedih dan bahagia. Kisah nyata kehidupan empat gadis Riyadh: Qamrah, Michelle, Shedim dan Lumeis. Keempat gadis itu rupawan, mereka bersahabat dalam suka dan duka. Qamrah dan Shedim berteman sejak duduk di sekolah dasar dan di bangku sekolah menengah atas mereka mengenal Michelle alias Masya'il dari ibu yang berkebangsaan Amerika. Lumeis sendiri adalah teman Michelle di sekolah Internasional. Setiap minggu selepas shalat jum'at melalui email dan chatting di dunia maya mereka saling curhat Dalam perjalalan hidup mereka, Qamrahlah yang menikah lebih dahulu, seperti kebanyakan para gadis, pernikahan Qamrah juga sudah diatur oleh keluarganya. Para sahabatnya menyayangkan pernikahan Qamrah apalagi kemudian ia tidak bahagia dalam kehidupan pernikahannya. Suami Qamrah, Rasyid sangat egois ia hanya memikirkan dirinya sendiri bahkan ia justru dengan kasar memaki dan memukul istrinya ketika Ia kedapatan tengah berselingkuh dengan teman wanitanya yang berkebagsaan Jepang. Qamrah yang merasa harga dirinya dilecehkan meminta untuk bercerai.
Tak lama setelah Qamrah menikah, Shedim dilamar oleh Walid, pegawai eselon II dan Lumeis menikah dengan Nizar teman magang kuliahnya di Kedokteran Umum rumah sakit di Jeddah. Dari keempat sahabat itu hanya kehidupan rumah tangga Lumeis yang berakhir bahagia. Satu persatu cinta mereka runtuh dihantam badai. Selingkuh, kawin paksa, tak direstui keluarga, dan perbedaan agama menjadi sebab padamya cinta mereka. Lewat keempat tokohnya ini, Al Sanea menumpahkan kegalauan hatinya, bahwa bagi perempuan Arab, perkawinan adalah kematian bagi kebebasan, kreativitas dan persahabatan. Lebih dari itu perkawinan adalah kesedihan, penyesanlan dan duka cita
.
Jatuh bangun mencari cinta tak membuat keempat gadis muda itu putus asa mencari cinta. Berbagai cara mereka tempuh untuk menemukan tambatan hati yang mereka idamkan sampai pada sutu titik intervensi keluarga yang luar biasa merobohkan bangunan cinta yang dibangun perlahan-lahan. Dalam perjalanan cinta mereka, Shedim dan Lumeis akhirnya menemukan cinta dalam kehidupan perkawinannya. Untuk menemukan cinta seseorang tidak selalu perlu cinta untuk memutuskan menerima orang lain, juga tidak selalu harus orang nomor satu yang begitu sempurna untuk menjadi pendamping hidup. Cinta yang membawa ke bangunan menara kebahagiaan bagaikan cinta yang tumbuh perlahan-lahan dari biji yang disemai tentu akan lebih kuat dibandingkan cinta yang mengebu-gebu dan penuh hasrat.
No comments:
Post a Comment