Sunday, December 17, 2006

ADA BANYAK KEPALA DI KEPALA AKMAL: SYUKURAN ANTOLOGI CERPEN AKMAL NASERY BASRAL
Syukuran atas sebuah peristiwa, sebuah "gawe" yang berhasil adalah pertanda kerendahan hati, ungkapan suka, gembira sekaligus refleksi atas apa yang telah dicapai. Tak terkecuali dengan apa yang dilakukan oleh Akmal Nasery Basral dengan kumpulan cerpen (kumcer) "Ada Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku"n (AdSdKyBA) terbitan Ufuk Press. Bukan hanya buku ini mendapat sambutan bagus, dengan berbagai komentar dalam berbagai pembahasan (diskusi, bedah buku) tapi saat ini sedang memasuki cetakan keduanya.

Lalu syukuran seperti apa yang disajikan? Akmal yang redaktur di majalah Tempo mempersembahkan keberhasilan kumcernya untuk keluarga, teman, gurunya semasa SD dan SMP serta murid-muridnya. Maka, acara yang digelar di Cafe Omah Sendok, 15 Desember 2006 lalu memang menjadi reuni bagi teman dan keluarga. Wartawan dari majalah Tempo, Koran Tempo, majalah Gatra (Akmal pernah menjadi wartawan di sini), anggota komunitas milis sastra Apresiasi Sastra, penyair dan artis tumplek jadi satu.

Tak beda dengan gelombang pengetahuan yang dituangkan Akmal di kumcernya, dari Paul Anka, Pink Floyd hingga Queen dan Gun `N Roses, Armijn Pane, Pramoedya Ananta Toer hingga Akira Kurosawa. Tempat pun dia sodorkan dari Bukit Tinggi hingga London dan Lebanon.

Tak banyak pidato disampaikan. Tuti, adik Akmal, yang menjadi MC (dan bersama penyair wanita, Olin Monteiro membacakan "Ada Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku"). Mereka menggantikan penyanyi Oppie Andaresta yang berhalangan hadir. Sedangkan Marissa Haque yang rencananya hadir bersama Ikang Fauzy tidak terlihat, langsung mempersilahkan Kafi Kurnia, Nia Dinata dan Ine Febrianti tampil ke panggung untuk membuka acara baca cerpen.

Ketiganya, berkostum serba hitam seperti pengisi acara lainnya, juga keluarga Akmal, mampu menampilkan pembacaan yang tak kalah dengan sastrawan lainnya. Pemilihan pembacaan "Kelambu" ini mampu menarik perhatian undangan yang memenuhi area cafe di bilangan Blok S, Jakarta Selatan itu. Kafi Kurnia ternyata tak cuma piawai menulis masalah manajemen, tapi juga membacakan cerpen (apalagi diapit dua wanita cantik yang tak kalah hebatnya membaca).

"Konsepnya dari awal memang syukuran, jadinya diutamakan untuk para sahabat, baru maupun lama. kawan-kawan saya sejak di SMP 73 tebet, SMA 8. Teman-teman milis dan penerbit Ufuk, telah membuat acara menjadi lebih meriah," ujar Akmal dengan wajah berbinar sesaat setelah cara usai sambil menggendong anaknya.

Wajahnya pun lebih berbinar kala di akhir acara dia menandatangani buku-bukunya, ditengahi jabat tangan dari beberapa teman Apsas yang terlihat malam itu seperti Bung Kelinci (pak dosen yang tampil gaya anak muda, dan ramah), Bangwin, Rita yang lukisan sunyi, Pakcik Achmad, Epri, Ana Mustamin, Asmaranala, penyair Ook Nugroho dan Vivian Idris. Dari komunitas Bunga Matahari tersembul Doni Said yang dikenal suka karya Akmal.

Penerbit Ufuk sendiri, seperti dikemukakan salah satu pimpinannya, Bakar Biffaqih, tetap akan berperan di dunia sastra dengan menerbitkan karya-karya penulis baik yang sudah memiliki nama maupun tidak.

Pidato singkat ini membuat binar wajah penggiat sastra (termasuk beberapa penyair yang memang selalu punya masalah klasik, kurangnya lirikan dari penerbit terhadap karya puisi karena dianggap kalah komersial dibanding novel atau cerpen).

Martin Aleida yang malam itu mewakili Pusat Dokumentas HB Jassin tampil membacakan "Lelaki yang Berumah di Tepi Pantai", diikuti oleh penyanyi jazz ternama Saira Syaharani Ibrahim dengan "Perkabungan Hujan" (wah grogi aku rek, kata Rani dengan logat Malang yang kental sebelum naik pentas) dan aktor gaek, Deddy "Naga Bonar" Mizwar dengan "Lebaran Penghabisan". Akmal sendiri di penghujung acara membaca
sebagian cerpennya "Fiona Benci dengan Paul Anka".

Dan di tengah pembacaan cerpen oleh para selebritis itu, di panggung seorang ibu tua dengan suara haru mengatakan "Saya bangga dengan ananda Akmal yang mampu menjadi seorang penulis dan mengembangkan seni bahasa Indonesia,". Ibu tua itu Nur Emma, guru Bahasa Indonesia Akmal semasa menjadi siswa di SMP 73 Jakarta, datang tanpa dijemput untuk turut menyaksikan keberhasilan salah satu muridnya.

Dan dalam perjalanan pulang dari gelaran acara syukuran itu, terlintas di kapala saya, ternyata banyak orang di kepala Akmal yang memang bukan Akmal. Merekalah yang menjadi bintang di malam itu, yang menjadi penyemangat Akmal untuk membuahi karya berikutnya, Las Palabras da
Amor. (yo)

No comments:

Twitter Facebook

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes