
Oleh
Fenny Aprilia
Judul Asli : The Secret History of The American Empire; Economic Hit Men, Jakals and The Truth About Global Corruption
Penulis : John Perkins
Penerjemah : Wawan Eko Yulianto & Meda Satrio
Penerbit : Ufuk Press
Tebal Buku : xxvi, 465 halaman
Tahun Terbit : Cet. I, Maret 2009
ISBN : 602-8224-15-4
Fenny Aprilia
Judul Asli : The Secret History of The American Empire; Economic Hit Men, Jakals and The Truth About Global Corruption
Penulis : John Perkins
Penerjemah : Wawan Eko Yulianto & Meda Satrio
Penerbit : Ufuk Press
Tebal Buku : xxvi, 465 halaman
Tahun Terbit : Cet. I, Maret 2009
ISBN : 602-8224-15-4
....melalui buku ini, Perkins tak lagi sekadar mengaku bahwa ia pernah menjadi serigala ekonomi; namun ia tetap melolong untuk mengajak seluruh umat manusia menjadikan bumi sebagai rumah yang nyaman bagi semua makhluk.
(Fenny Aprillia, HU Sinar Harapan, Mei 2009)
(Fenny Aprillia, HU Sinar Harapan, Mei 2009)
Publik dunia, di tahun 2004, terperanjat ketika John Perkins menerbitkan buku berjudul Confessions of An Economic Hit Man (CAEHM). Melalui buku tersebut, Perkins membeberkan kerjanya sebagai ekonom perusak yang menguntungkan negara-negara maju dan merugikan negara miskin. Ia menjadi salah satu aktor utama dalam proses penghisapan negara miskin melalui politik utang dan neoimperialisme.
Sejak buku itu terbit, Perkins pun kerap menerima ancaman pembunuhan dan tawaran uang jutaan dolar agar ia berhenti menulis dan berceramah tentang kejahatan korporasi internasional. Tapi, Perkins tak pernah mau bungkam. Ia tetap setia membongkar “tindakan kriminal” yang dilakukan oleh para agen ekonomi-imperialis. Keberhasilan luar biasa yang diperoleh CAEHM, membuat Perkins sering diundang untuk mengisi ceramah di berbagai tempat. Sambil berceramah, ia pun kerap melakukan dialog untuk menajamkan pemikiran kritisnya tentang kejahatan yang ditimbulkan globalisasi, utang internasional dan “kapitalisme-jubah-baru”. Katanya (hal:xxv), “Aku telah berjanji untuk menulis sebuah buku lagi, untuk menyoroti kerusakan yang ditimbulkan orang-orang sepertiku dan memberi harapan baru akan sebuah dunia yang lebih baik.” Dan benar saja, Perkins membuktikan janjinya di buku yang berjudul asli The Secret History of The American Empire dan terbit pertama kali tahun 2007.
Rasanya, tiap orang sepakat jika pemerintah Amerika Serikat (AS) tergambarkan dalam satu kalimat ini: “Pemerintah yang selalu membangun negeri dan memenuhi kesejahteraan rakyatnya sembari memicu keresahan, kekisruhan bahkan kemiskinan di seluruh dunia.” Kalimat tersebut muncul sebagai kesimpulan atas penjelasan Perkins tentang negeri yang dihuninya sejak lahir itu. Amerika Serikat, di mata Perkins, tengah giat bermetamorfosis menjadi sebuah Imperium.
Sembari mempromosikan buku CAEHM, sekitar tahun 2005-2006, Perkins pun rajin berdiskusi untuk memperoleh ciri-ciri dari sebuah Imperium. Ia berhasil memformulasikan ciri-ciri Imperium sebagai berikut: 1) mengeksploitasi sumber daya dari negara yang didominasi, 2) menghabiskan sumber daya dalam jumlah yang tidak sebanding dengan populasi penduduknya, 3) memiliki militer yang canggih dan besar yang dapat digunakan ketika upaya mendominasi secara halus sebuah negara menemui kegagalan, 4) menyebarkan bahasa dan budaya ke seluruh penjuru negeri yang berada di bawah pengaruhnya, 5) menarik pajak bukan hanya dari warganya sendiri, tetapi juga dari orang-orang di negara lain, dan 6) mendorong penggunaan mata uangnya sendiri di negara-negara yang berada di bawah kendalinya.
Ciri-ciri dari Imperium itu memang tidak hanya mengarah kepada AS saja, sebab usaha mendirikan Imperium telah dilakukan oleh berbagai negara-bangsa sejak zaman dahulu. Perkins meyakinkan pembaca bahwa AS menggunakan kaidah Imperium itu dalam pengertian modern. Maka, kerja-kerja para “serigala ekonomi” merupakan bagian terpenting dalam episode pembangunan Imperium AS. Namun, ciri-ciri Imperium itu tidak berhenti pada enam bentuk saja. Ciri ketujuh ialah Imperium dipimpin oleh seorang penguasa atau raja yang menguasai pemerintahan dan memimpin rakyat secara absolut. Pemerintahan di AS boleh saja berganti ketika National Election dihelat tiap empat tahun sekali. Hanya saja, para korporasi tetaplah menjadi dalang untuk tiap kebijakan yang dilahirkan oleh presiden terpilih, entah itu berasal dari Partai Demokrat atau Partai Republik. Kekuasaan korporatokrasi yang menjadi ruh pemerintah AS tidak berbatas waktu. Selain itu, para korporasi kebal hukum dan tidak tunduk kepada kehendak rakyat.
Perkins (hlm 57-59) mengisahkan kegagalan dari korporasi yang berdomisili di AS. Misalnya, Stone and Webster Engineering Company (SWEC) yang mengalami kebangkrutan di tahun 2006. The Boston Globe edisi 15 Maret 2006 mengungkap kehancuran dari perusahaan yang berdiri sejak tahun 1889 itu karena adanya “memo kritis yang membeberkan suatu usaha rahasia perusahaan secara detail, yakni membayar suap senilai 147 juta dolar kepada seorang kerabat Presiden Soeharto untuk mengamankan kontrak terbesar sepanjang sejarah Stone & Webster.”
Perkins dalam CAEHM mengisahkan bahwa seorang petinggi SWEC, pada tahun 1995, pernah meminta pendapatnya tentang teknik memuluskan proses pembangunan kompleks pabrik bahan kimia di Indonesia. Perkins, yang ketika itu masih belum bertobat sebagai serigala ekonomi, mengajukan satu usul: “Suap.” Kemudian, ia menjelaskan bahwa Presiden Soeharto dan kroninya senang menerima suap dalam bentuk biaya pendidikan untuk anak-anaknya, tender dengan harga di luar batas normal, fasilitas mewah atau berdolar-dolar uang cash. Tak dinyana, usul Perkins—yang dijalankan oleh pihak SWEC itu—malah membuat korporasi berumur lebih dari seabad itu wafat.
Namun, masih begitu banyak korporasi yang hidup sampai kini dan mengancam kelestarian lingkungan hidup, mengacaukan kerukunan antar manusia hingga memiskinkan penduduk di suatu negara secara sistemik. Perkins tidak mengajukan usulan jalan kekerasan untuk menumbangkan Imperium AS yang dijalankan oleh korporatokrasi itu. Masih tersedia banyak jalan tanpa-kekerasan untuk melawan Imperium AS dan melindungi bumi dari kepunahan yang diakibatkan oleh korporatokrasi. Akhirnya, melalui buku ini, Perkins tak lagi sekadar mengaku bahwa ia pernah menjadi serigala ekonomi; namun ia tetap melolong untuk mengajak seluruh umat manusia menjadikan bumi sebagai rumah yang nyaman bagi semua makhluk.
Peresensi adalah alumnus Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran.
Penerjemah dan penyunting buku lepas.
Penerjemah dan penyunting buku lepas.
Copyright © Sinar Harapan 2003
No comments:
Post a Comment