
"Buku ini banyak dihujat dan dilarang oleh pemerintah setempat juga karena dengan berani mengungkapkan fakta apa adanya"
(25 Oktober 2007)
Judul buku: China Undercover: Rahasia di Balik Kemajuan Cina
Pengarang: Chen Guidi dan Wu Chuntao
Cetakan:Pertama, September 2007 Tebal: 362 + xxviaCHEN Guidi dan Wu Chuntao tidak pernah menyadari, bahwa ketika mereka berusaha mengungkapkan suatu fakta apa adanya, buku mereka yang semula laris di pasaran, malah dilarang pemerintah. Pasangan suami istri ini menuliskan sebuah buku reportase dalam bentuk yang menarik, terutama karena pola bertuturnya yang mengungkapkan secara detail kondisi para subjek utama dari masing-masing kisah yang diungkapkan.
Buku berjudul “China Undercover”: Rahasia di Balik Kemajuan Cina ini menarik awalnya, karena sampul bukunya yang mencuri perhatian. Lebih mengejutkan lagi ketika sampulnya ditelusuri dan didapati bahwa buku yang mengupas negri Cina ini, ternyata dilarang beredar di Cina, meski tetap terjual edisi bajakannya sampai 10 juta kopi. Apa gerangan yang diungkapkan buku ini hingga menarik atensi pembaca?
Buku ini mentuturkan beberapa kisah tentang kehidupan petani, yang sejak masa Revolusi Kebudayaan dikatakan akan menjadi pihak yang kesejahteraannya benar-benar diperhatikan. Para petani didukung, karena dianggap sebagai tulang punggung perekonomian Cina yang maju pesat di kalangan negara-negara Asia. Janji-janji pun disampaikan, bahwa kehidupan petani akhirnya akan memperoleh tempat yang sepantasnya.
Tetapi, penyelidikan yang dilakukan Chen Guidi dan Wu Chuntao menunjukkan hal-hal sebaliknya. Petani, berada dalam strata terbawah masyarakat China, banyak diperas dan ditekan. Di daerah-daerah terpencil dan termiskin, para petani ini diperas untuk bekerja memenuhi berbagai kuota hasil panen. Toh, mereka juga dikenai berbagai macam pajak yang betul-betul menyulitkan hidup mereka. Misalnya saja, biaya untuk pembangunan bioskop di kecamatan pun, ditanggungkan pada para petani!
Hal ini diperparah oleh gaya hidup para pejabat, terutama di jenjang-jenjang terbawah yang korup dan dengan seenaknya memeras para petani. Mereka kerap membuat-buat alasan agar bisa menambahkan satu pajak dengan yang lainnya. Bahkan, pajak yang harus dibayarkan petani lebih besar daripada pajak masyarakat kota!
Pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan petani pun, seringkali dibalas dengan sikap yang penuh kekejaman dan hinaan. Dalam salah satu kisah di buku ini, di suatu desa bernama Desa Zhang, empat orang tewas terbunuh dan satu orang terluka hanya karena para petani ini diberikan hak untuk melakukan audit terhadap penggunaan uang mereka oleh pejabat setempat. Mereka tewas dibacok di siang bolong, hanya karena pejabat bersangkutan kesal atas tindakan para petani tersebut.
Buku ini banyak dihujat dan dilarang oleh pemerintah setempat juga karena dengan berani mengungkapkan fakta apa adanya. Di dalamnya termasuk pencantuman nama-nama pejabat yang melakukan kekerasan atau tindakan korup. Beberapa nama itu hanya memperoleh hukuman ringan dan bahkan beberapa tetap menjabat.
Reportase yang mereka sampaikan melalui buku ini benar-benar menunjukkan bahwa seringkali perubahan-perubahan yang dijanjikan oleh pemerintah --dengan embel-embel perubahan menyeluruh-- seringkali akhirnya hanya mencapai orang-orang yang ada di daerah-daerah pucuk, manusia perkotaan, misalnya. Ironisnya, anggota masyarakat yang benar-benar membutuhkan bantuan, justru sama sekali tak terangkat dari kondisi kemiskinannya. Seolah perubahan yang dijanjikan memang hanya untuk kaum berada untuk semakin menjadi berada.
Terjemahan buku ini, secara keseluruhan tetap membuat buku ini enak dibaca. Tidak ada gangguan berarti yang menyulitkan saat membaca. Kondisi para petani yang diungkapkan melalui buku ini bisa tergambarkan dengan cukup baik bagi orang-orang yang belum pernah mengetahui bagaimana kehidupan petani di Cina. Penyusunan buku pun cukup apik dan membuat proses membaca menjadi lebih nyaman.
Buku ini kembali mencoba menggugah birokrasi pemerintahan. Bukan hanya di Cina, tapi bisa juga diaplikasikan di negeri lainnya, termasuk di sini. Intinya, keberhasilan dalam skala besar; angka-angka yang terlihat hebat dan menunjukkan perbaikan ekonomi yang luar biasa, tidak akan ada artinya kalau hanya untuk “menggemukkan” mereka-mereka yang memang sudah berada. Keberhasilan baru bisa disebut demikian, bila rakyat di desa-desa terpencil, di pelosok-pelosok negeri, sudah bisa hidup dan memenuhi kebutuhan sandang-pangan-papan mereka, memperoleh pendidikan, serta pekerjaan yang layak. Itu harga mati yang tak bisa ditawar lagi.
(Ulfah Mardhiah alumni SITH ITB dan anggota unit literer, Aksara Salman)***
No comments:
Post a Comment