Tuesday, July 18, 2006


Ufuk Press dan Buku – Buku Seputar Isyu Kontroversi Agama Kristen

Diskusi dengan topik “Ketika Tuhan Beristeri” cukup seru di milis pasar buku. Veven S Wardhana yang tulisan – tulisannya sering kami baca di Koran Tempo memulai diskusi yang berkepanjangan ini dengan mempertanyakan kecenderungan beberapa penerbit yang “getol” mengeluarkan buku dengan tema debatable kekristenan, padahal sebelumnya penerbit tersebut dikenal hanya menerbitkan buku – buku non – Kristen. Ada apa dengan penerbit ini? Mungkin hal ini yang kira – kira Veven ingin ketahui.

Sayangnya ia tidak menyebutkan beberapa nama penerbit tersebut. Saya pribadi mencoba menginventarisasi dan menduga penerbit yang Veven maksud. Saya berfikir akan jauh lebih menarik, kalau Veven berani menyebutkannya – bagaimana ini mas Veven?. Ini akan memberi kesempatan kepada penerbit yang dimaksud untuk bisa menjelaskan secara langsung dan buat kita bisa mengetahui latarbelakang dll penerbitan buku tersebut dari sumbernya langsung. Sehingga pertanyaan ia selanjutnya, apakah gejala ini sekedar komersialisasi atau pun delegitimasi dapat terjawab.

Penanggap lain, Mustofa Almajid, mencoba menduga bahwa motif penerbit tersebut hanya faktor bisnis yang dominan. “Apalagi penerbit tahu selera pasar amat demen dengan buku2 yg begituan”, tambahnya. Bagi saya pernyataan ini pun baru sebatas sebuah asumsi, karena ia tidak secara tegas mewakili penerbitan tertentu.

Berbeda dari kedua orang diatas, Melia Khoo, peserta lainnya, malah mengkhawatirkan kecenderungan ini. ”Kita sedang menggalakkan dialog antar agama, dialog antar peradaban. Jangan sampai penerbit yang ada (dari semua pihak dan aliran agama) malah menyuburkan kebencian”, ujarnya resah. Ia bahkan menyebutkan sebuah istilah “bisnis Tuhan” untuk menggambarkan fenomena ini – sebuah istilah yang akhirnya juga ramai mendapatkan tanggapan. Saya pribadi sangat menyetujui konteks yang ia maksud. Namun lagi – lagi ini tidak cukup menjawab pertanyaan yang dilemparkan oleh Veven.

Lalu ada banyak hal lain yang disinggung kemudian yang kalau disebutkan di ruang ini dipastikan akan banyak memenuhi tempat dan keluar dari tujuan.

Setelah kami ikuti, dari tanggapan – tanggapan yang ada di milis, belum ada satu pun dari penerbit yang memberikan tanggapan soal ini, termasuk juga beberapa penerbit yang kami duga – duga sebagai penerbit yang disinyalir oleh Veven.

Setelah mempertimbangkan, rasanya kami perlu memberikan sebuah tanggapan sebagai "brainstroming" melihat fenomena ini dari sisi penerbit. Dimana sesungguhnya misalnya kami, Ufuk Press, menempatkan diri dalam konteks diskusi diatas?. Tanggapan ini juga sebagai respon atas kritik Mas Anwar Holid yang menginginkan milis ini jangan hanya ramai dengan tawaran iklan dan jualan lainnya saja, tapi juga berisi diskusi, polemik tentang buku yang bernas dll. Syukur – syukur tulisan ini juga bisa menjawab pertanyaan dan memberikan perspektif dari sisi penerbit tentang diskusi seputar hal ini, tanpa berpretensi mewakili seluruh penerbit yang dimaksud.

Sejak resmi berkantor dan serius menggarap buku – tepatnya di awal tahun ini, kami telah berkomitmen menerbitkan buku – buku yang kaya informatif dan dapat membuka wacana yang “mencerahkan” kepada para pembaca buku seperti tercantum dalam visi dan misi kami. Seperti juga yang kami sampaikan dalam tag line kami, “buku untuk orang – orang yang berfikir” tentang karakteristik pembaca buku – buku yang kami jadikan sasaran.

Kalau hanya ini yang menjadi pijakan, tentu kami tidak akan dapat “hidup” lama dan panjang umurnya menjalankan bisnis penerbitan yang konon “cash flow” – nya amat lambat bergerak, apalagi bagi penerbit baru.

Inilah konteks bisnis. Bicara ini tentu harus ada sebuah strategi untuk memenuhi dan dapat mempertemukan keduanya – aspek idealisme dan bisnis. Ini pekerjaan yang tidak mudah. Ini pula yang menjadi dasar pijakan kami untuk selektif memilih buku yang masuk dua kategori diatas.

Bagaimana dalam praktiknya di Ufuk Press? Beberapa buku kami memang masuk dalam kategori yang dimaksud dalam diskusi ini yaitu buku – buku tentang perdebatan mengenai agama Kristen misalnya buku Da Vinci Code Decoded, Hoy Blood Holy Grail, dan yang terbaru dan akan rilis dalam waktu dekat ini adalah Secret of Judas.

Mengapa kami menerbitkan buku – buku seperti itu?. Penanggap lain, Oni, dalam tanggapannya sah – saja mengatakan tindakan ini sebagai ikut – ikutan penerbit yang sudah sukses dengan “menggebuk” tema - tema seperti ini. Namun hanya hal itukah? Kami kira ini sebuah penarikan kesimpulan yang terburu – buru dan bukan jawaban yang bernas.

Sebagaimana industri lain, penerbitan juga mempertimbangkan aspek bisnis. Cukup banyak resources yang terlibat mulai dari modal, SDM, dll yang jika tidak maksimal dalam mengelolanya niscaya akan kehilangan potensi keuntungan (opportunity cost) serta keuntungan yang diharapakan (expected return) dari resources tersebut jika digunakan di sektor lain. Jadi, aspek bisnis dalam industri buku sudah melekat dengan sendirinya, sebagai sebuah keniscayaan, dan tidak perlu lagi dipertanyakan, kecuali penerbitan tersebut non – profit orientasinya.

Dari sisi content kami melihat publik khususnya pembaca memerlukan informasi pembanding. Semakin banyak informasi yang ada, tentu akan memberikan perpektif yang lebih baik kepada publik untuk dapat menimbang dan membandingkan informasi yang telah diterima. Dari sudut pandang ini sesungguhnya bisa dicermati arah dan orientasi kami dalam menerbitkan buku - buku semacam itu.

Saat muncul buku – buku tandingan seputar fiksi Da Vinci Code seperti Cracking Da Vinci Code, Fakta dan Fiksi Seputar Da Vinci Code dll misalnya, kami mengeluarkan buku Da Vinci Decoded. Buku ini di tulis oleh seorang sejarawan yang kompeten, yaitu Martin Lunn. Kalau diperhatikan buku ini secara tegas memposisikan diri berdiri di tengah – tengah (tidak memihak). Lunn dalam tulisannya memberikan tanggapan yang berimbang mengenai kontroversi dari novel yang menggegerkan tersebut. Dalam bukunya ia kadang membenarkan Brown dalam tulisannya di novel, sebagian lainnya ia patahkan karena tidak ditunjang oleh data yang akurat. Dengan buku ini kami ingin menjadi sebuah jembatan yang menyampaikan informasi yang memadai dan seimbang kepada publik.

Sementara buku Holy Blood Holy Grail. Saya kira buku ini memang pantas diketahui oleh publik. Seingat saya bung Akmal pernah berpolemik cukup panjang seputar buku ini di milis. Majalah Tempo dan supplemen Ruang Baca di koran Tempo juga membahas buku ini secara menarik. Reportase dua media dari grup media massa yang reputable ini tentu saja membanggakan kami dan menjadikan sebuah indikator apresiasi terhadap kualitas buku ini.

Dalam waktu dekat ini kami akan mendiskusikan buku ini di Paramadina. Menurut satu sumber di Paramadina, almarhum, Cak Nur pernah berpolemik melalui surat-menyurat dengan Romo Magnis Suseno dan menyampaikan argumen – argumennya dengan berpijak pada informasi yang tercantum dari buku Holy Blood Holy Grail.

Lepas dari booming novel Da Vinci Code, sesungguhnya buku ini sangat relevan menjadi sumber informasi yang layak mendapatkan apresiasi dari sisi validitas data yang disampaikan. Kami menyebutnya sebagai buku “long term” karena umur produknya (life cycle product) cukup panjang sebagai buku referensi.

Buku Secret of Judas, pun kami tempatkan dalam konteks demikian. Saya kira dalam pekan – pekan kedepan buku ini segera akan rilis. Terus terang dua buku mengenai kedua tema ini right copy – nya dimiliki oleh GPU (Gramedia) lewat National Geography. Terlepas dari akurasi dan content dari kedua buku itu, GPU bagaimanapun seolah menjadi pemegang monopoli untuk kasus Judas ini.

Dengan mengeluarkan buku Secret of Judas, kami mencoba memberikan sebuah buku yang bisa menjadi pelengkap koleksi buku tersebut dengan membahas dari angle Judas – nya. Kami memberikan sub tittle “Menafsir Peran Judas: The Secret of Judas”, ditulis oleh seorang yang sangat kompeten, James M Robinson editor Nag Hammady Library. Kami yakin publik pun memerlukan buku ini sebagai pembanding serta pelengkap dari kedua buku yang diterbitkan oleh GPU tersebut.

Akhirnya, benang merah dari tanggapan kami ini adalah kami berusaha sedapat mungkin dapat mempertemukan dua aspek antara bisnis dan idealisme disini. Tentu saja ini semuanya memerlukan terobosan strategi yang benar – benar disusun dengan baik

Kami berharap ini paling tidak bisa menjawab pertanyaan bung Veven, Mustofa dan kekhawatiran Melia Khoo. Mimpi kami adalah menjadi penerbit yang ditunggu buku – bukunya oleh pembaca yang memerlukan informasi tambahan (second opinion) tidak saja fiksi dan non – fiksi dalam sebuah diskursus dll.

Jadi tunggu saja kabar – kabar buku kami berikutnya dengan mengunjungi web kami di www.ufukpress.com dan terus mengikuti kabar dari kami di blog, sekalian membaca milis buku – buku populer. Buku - buku yang kami terbitkan lingkupnya sangat luas, tidak dibatasi oleh fiksi dan non - fiksi - yang jadi pembatasnya adalah kebutuhan informasi pembaca.

Mungkin ada tanggpan lain?.

http://ufukpress.blogspot.com
*tempat membaca banyak milis buku sekaligus dekat dengan Ufuk Press

No comments:

Twitter Facebook

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes