Hampir separuh buku ini membahas bukti dari mitologi perbandingan, bahwa penyebaran semacam itu, meski kecil secara kuantitas, berdampak besar dalam hal transfer budaya legenda dan asal usul mitos banjir.
(Media Indonesia, Oktober 2010)
(Media Indonesia, Oktober 2010)
Membaca buku Eden.in the East yang baru-baru iniditerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan dirilis penerbit Ufuk dengan judul Surga di Timur memang bukan perkara gampang. Selain tebalnya menyamai bantal, 814 halaman, isi buku ini betul-belul menuntut konsentrasi, Stephen Oppenheimer dalam buku yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1998 ini menawarkan ide baru yang memutarbalikkan pemahaman konvensional mengenai penyebaran manusia dan kebudayaan.
Jika selama ini kita memercayai peradaban dimulai dari Barat, Oppenheimer membalikkannya. Peradaban manusia modern bisa jadi berasal dari Asia Tenggara. Apa buktinya ?
”Salah satunya, peradaban agrikultur Indonesia lebih dulu ada sebelum peradaban agrikultur lain di dunia.” kata Oppenheimer dalam diskusi buku di Gedung LIPI, Jakarta, Kamis(28/10)
Oppenheimer yang ahli genetika dan struktur DNA manusia dari Oxford University, Inggris itu merunut jejak peradaban melalui pendekatan penelitian genetis populasi.
Sebagai sampel, Oppenheimer menggunakan sekitar 1000 orang Indonesia, 1000 orang dari Asia Tenggara lain, 1000 dari China dan 300 dari Taiwan
”Harus ada kolaborasi dari peneliti Indonesia untuk memperkuat penelitian karena Indonesia sangat beragam dan kita butuh lebih banyak sampek,”” kata Oppenheimer
Dengan menggunakan penelitian genetik, Oppenheimer menggunakan kromosom X untuk meneliti migrasi pada perempuan dan kromosom Y untuk migrasi laki-laki. Menurutnya, cara itu lebih efektif jika dibandingkan dengan meneliti menggunakan kromosom; talasemia. "Saya sudah berpikir untuk menggunakan teknik ini sejak 30 tahun yang lalu," ujar Oppenheimer yang beristrikan perempuan Malaysia itu.
Hasil penelitian itu ternyata benar-benar bertolak belakang dengan model konvensional 'Out of Taiwan' yang menyebutkan populasi di Asia Tenggara saat ini berasal dari Taiwan. Penelitian Oppenheimer justru menunjukkan migrasi dilakukan. dari arah sebaliknya, yaitu dari sebuah benua vang, disebut Sundaland menuju daratan. Singkatnya, salah satu peradaban kuno dimulai di In donesia lalu menyebar ke daratan China, India, dan lainny
Sundaland
Sundaland tak lain adalah sebuah benua sebelum zaman es mencair, ketika Sumatera, Jawa dan Kalimantan masih menyatu dengan Benua Asia.
Migrasi yang dilakukan penghuni Sundaland merupakan akibat tiga periode banjir besar yang terjadi antara 14.500 dan 7.200 tahun lalu. Banjir besar itulah yang lantas menenggelamkan sebagian besar Sundaland sehingga menyisakan kepulauan seperti yang terlihat saat ini.
Sebanyak 90% leluhur dari orang-orang yang menghuni Sundaland setidaknya telah ada sejak 5.000 tahun hingga 50.000 tahun lalu. Oppenbeimer juga rnenjelaskan penghuni Sundaland telah tnemiliki cara hidup yang berbeda. Alih-alih menggunakan cara bertahan hidup primitif seperti berburu, mereka telah mampu mcnguasai ilmu bercocok tanam, memancing, dan barter sejak 5,000 lahun yang lalu, "Dan mereka lidak belajar hal ini dari orang-orang Taiwan 3.500 tahun laJu," ujarnya.
Dalam buku ini, Oppenheimer juga mengungkapkan berbagai suku di Indonesia Timur adalah pemegang; kunci siklus-siklus bagi agama-agama Barat yang tertua.
Mitos
Hampir separuh buku ini membahas bukti dari mitologi perbandingan, bahwa penyebaran semacam itu, meski kecil secara kuantitas, berdampak besar dalam hal transfer budaya legenda dan asal usul mitos banjir.
Oppenheimer sendiri, jauh di awal proses penulisan buku, merasa terobsesi dengan Papua Nugini. Di sana, ada mitos yang sangat populer tentang Kulabob dan Manup. Kisah itu menyebar ke tiga provinsi dan ke sepanjang 300 km garis pantai. Dikisahkan, Kulabob dan Manup merupakan saudara. Kulabob, anak terkecil, memiliki kulit putih dan tinggi. Manup belubuh pendek, berkulit gelap, dan gendut.
Suatu saat perselisihan terjadi sehingga Kulabob berlayar menuju timur di bawah perlindungan gunung berapi. Di setiap desa sepanjang tirnur pantai, Kulabob menurunkan satu orang dari kapalnya. la memberi setiap pria itu kemampuan untuk berbicara, bercocok tanam, panah, busur, kapak, dan cara ritual lain.
Kisah itu kemudian menimbulkan salah pengertian. Ketika Mikloucho-Maclay, antropolog Rusia berkunjung ke Papua Nugini, warga meyakini dia sebagai keturunan Kulabob (sama-sama tinggi dan berkulit putih). Maka hingga kini, pengunjung kulit putih sering dianggap sebagai sepupu mereka.
Mitos itu oleh banyak orang dianggap sebagai kekonyolan. Tapi, Oppenheimer bisa menjelaskan mitos itu menjadi ilustrasi mengenai migrasi manusia yang terjadi setelah zaman es.
Atlantis
Menurut Eko Yulianto, Quaternaty Geologist dan Paleosis-mologist dari LIPI, buku Eden in the East bisa menjadi bukti kuat untuk membantah teori migrasi sebelumnya. "Bahwa migrasi sebetulnya terjadi terjadi dari Indonesia ke luar. Bukan dari luar ke Indonesia. Walaupun ada migrasi dari luar ke dalam, persentasenya kecil sekali," ujarnya.
Menurut Eko, orang cenderung menyamakan ide Atlantis dari Arysio Santos dengan buku Oppenhimer. Padahal ide yang dikemukakan Oppenheimer berbeda dengan Santos
" Santos menganggap bahwa Indonesia dulu mcmeiliki kebudayaan Atlantis yang sangat maju dari budaya sekarang. Namun berbeda dengan Santos, Oppenheimer meyakini bahwa benih dari budaya maju yang ada sekarang itu berasal ada di Indonesia. Budaya yang dimaksud adalah budaya pada zaman itu, neolitik. Bukan yang 'luar biasa'. seperti yang digambarkan Santos," jelas Eko.
Oppenheimer sendiri menegaskan Sundaland bukanlah Atlantis yang dikemukakan Santos. la menilai bukti-bukti yang dikemukakan Santos tidaklah cukup kuat untuk mengatakan Sundaland adalah Atlantis.
"Yang jelas ini adalah salah satu peradaban tertua. Tapi, tidak paling tertua. Karena suatu saat pasli ada lagi yang lebih tua," ujarnya.
Namun, kedua buku itu bukanlah dibuat untuk saling menggugat dan bertentangan. "Mungkin untuk mengatakan bahwa Atlantis seperti yang dikemukakan Plato ada di sini, Santos tak memiliki bukti yang cukup.
Tapi selebihnya tentang sebuah benua yang hilang dan bukti pertanian kuno ba¬nyak meniiliki kesamaan," ujar Oppi'iihttimer. (M-4)
Christine Fransiska, Media Indonesia, 30-10-2010
Jika selama ini kita memercayai peradaban dimulai dari Barat, Oppenheimer membalikkannya. Peradaban manusia modern bisa jadi berasal dari Asia Tenggara. Apa buktinya ?
”Salah satunya, peradaban agrikultur Indonesia lebih dulu ada sebelum peradaban agrikultur lain di dunia.” kata Oppenheimer dalam diskusi buku di Gedung LIPI, Jakarta, Kamis(28/10)
Oppenheimer yang ahli genetika dan struktur DNA manusia dari Oxford University, Inggris itu merunut jejak peradaban melalui pendekatan penelitian genetis populasi.
Sebagai sampel, Oppenheimer menggunakan sekitar 1000 orang Indonesia, 1000 orang dari Asia Tenggara lain, 1000 dari China dan 300 dari Taiwan
”Harus ada kolaborasi dari peneliti Indonesia untuk memperkuat penelitian karena Indonesia sangat beragam dan kita butuh lebih banyak sampek,”” kata Oppenheimer
Dengan menggunakan penelitian genetik, Oppenheimer menggunakan kromosom X untuk meneliti migrasi pada perempuan dan kromosom Y untuk migrasi laki-laki. Menurutnya, cara itu lebih efektif jika dibandingkan dengan meneliti menggunakan kromosom; talasemia. "Saya sudah berpikir untuk menggunakan teknik ini sejak 30 tahun yang lalu," ujar Oppenheimer yang beristrikan perempuan Malaysia itu.
Hasil penelitian itu ternyata benar-benar bertolak belakang dengan model konvensional 'Out of Taiwan' yang menyebutkan populasi di Asia Tenggara saat ini berasal dari Taiwan. Penelitian Oppenheimer justru menunjukkan migrasi dilakukan. dari arah sebaliknya, yaitu dari sebuah benua vang, disebut Sundaland menuju daratan. Singkatnya, salah satu peradaban kuno dimulai di In donesia lalu menyebar ke daratan China, India, dan lainny
Sundaland
Sundaland tak lain adalah sebuah benua sebelum zaman es mencair, ketika Sumatera, Jawa dan Kalimantan masih menyatu dengan Benua Asia.
Migrasi yang dilakukan penghuni Sundaland merupakan akibat tiga periode banjir besar yang terjadi antara 14.500 dan 7.200 tahun lalu. Banjir besar itulah yang lantas menenggelamkan sebagian besar Sundaland sehingga menyisakan kepulauan seperti yang terlihat saat ini.
Sebanyak 90% leluhur dari orang-orang yang menghuni Sundaland setidaknya telah ada sejak 5.000 tahun hingga 50.000 tahun lalu. Oppenbeimer juga rnenjelaskan penghuni Sundaland telah tnemiliki cara hidup yang berbeda. Alih-alih menggunakan cara bertahan hidup primitif seperti berburu, mereka telah mampu mcnguasai ilmu bercocok tanam, memancing, dan barter sejak 5,000 lahun yang lalu, "Dan mereka lidak belajar hal ini dari orang-orang Taiwan 3.500 tahun laJu," ujarnya.
Dalam buku ini, Oppenheimer juga mengungkapkan berbagai suku di Indonesia Timur adalah pemegang; kunci siklus-siklus bagi agama-agama Barat yang tertua.
Mitos
Hampir separuh buku ini membahas bukti dari mitologi perbandingan, bahwa penyebaran semacam itu, meski kecil secara kuantitas, berdampak besar dalam hal transfer budaya legenda dan asal usul mitos banjir.
Oppenheimer sendiri, jauh di awal proses penulisan buku, merasa terobsesi dengan Papua Nugini. Di sana, ada mitos yang sangat populer tentang Kulabob dan Manup. Kisah itu menyebar ke tiga provinsi dan ke sepanjang 300 km garis pantai. Dikisahkan, Kulabob dan Manup merupakan saudara. Kulabob, anak terkecil, memiliki kulit putih dan tinggi. Manup belubuh pendek, berkulit gelap, dan gendut.
Suatu saat perselisihan terjadi sehingga Kulabob berlayar menuju timur di bawah perlindungan gunung berapi. Di setiap desa sepanjang tirnur pantai, Kulabob menurunkan satu orang dari kapalnya. la memberi setiap pria itu kemampuan untuk berbicara, bercocok tanam, panah, busur, kapak, dan cara ritual lain.
Kisah itu kemudian menimbulkan salah pengertian. Ketika Mikloucho-Maclay, antropolog Rusia berkunjung ke Papua Nugini, warga meyakini dia sebagai keturunan Kulabob (sama-sama tinggi dan berkulit putih). Maka hingga kini, pengunjung kulit putih sering dianggap sebagai sepupu mereka.
Mitos itu oleh banyak orang dianggap sebagai kekonyolan. Tapi, Oppenheimer bisa menjelaskan mitos itu menjadi ilustrasi mengenai migrasi manusia yang terjadi setelah zaman es.
Atlantis
Menurut Eko Yulianto, Quaternaty Geologist dan Paleosis-mologist dari LIPI, buku Eden in the East bisa menjadi bukti kuat untuk membantah teori migrasi sebelumnya. "Bahwa migrasi sebetulnya terjadi terjadi dari Indonesia ke luar. Bukan dari luar ke Indonesia. Walaupun ada migrasi dari luar ke dalam, persentasenya kecil sekali," ujarnya.
Menurut Eko, orang cenderung menyamakan ide Atlantis dari Arysio Santos dengan buku Oppenhimer. Padahal ide yang dikemukakan Oppenheimer berbeda dengan Santos
" Santos menganggap bahwa Indonesia dulu mcmeiliki kebudayaan Atlantis yang sangat maju dari budaya sekarang. Namun berbeda dengan Santos, Oppenheimer meyakini bahwa benih dari budaya maju yang ada sekarang itu berasal ada di Indonesia. Budaya yang dimaksud adalah budaya pada zaman itu, neolitik. Bukan yang 'luar biasa'. seperti yang digambarkan Santos," jelas Eko.
Oppenheimer sendiri menegaskan Sundaland bukanlah Atlantis yang dikemukakan Santos. la menilai bukti-bukti yang dikemukakan Santos tidaklah cukup kuat untuk mengatakan Sundaland adalah Atlantis.
"Yang jelas ini adalah salah satu peradaban tertua. Tapi, tidak paling tertua. Karena suatu saat pasli ada lagi yang lebih tua," ujarnya.
Namun, kedua buku itu bukanlah dibuat untuk saling menggugat dan bertentangan. "Mungkin untuk mengatakan bahwa Atlantis seperti yang dikemukakan Plato ada di sini, Santos tak memiliki bukti yang cukup.
Tapi selebihnya tentang sebuah benua yang hilang dan bukti pertanian kuno ba¬nyak meniiliki kesamaan," ujar Oppi'iihttimer. (M-4)
Christine Fransiska, Media Indonesia, 30-10-2010
No comments:
Post a Comment