INDONESIA:ATLANTIS YANG PERNAH HILANG ?
Annida-Online—Akhir tahun lalu, tepatnya November 2009, publik Indonesia dihebohkan oleh kehadiran buku Atlantis: The Lost Continent Finally Found, yang dialihbahasakan oleh Ufuk Publishing House dengan judul yang sama. Buku setebal 677 halaman ini mengundang kontroversi karena di dalamnya, sang penulis; Prof. Arsyio Santos, menjelaskan bahwa Atlantis—surga yang pernah hilang, seperti kisah ciptaan Plato—adalah Indonesia; negara kita. Temuan Santos ini rupanya menarik perhatian para ahli untuk mencari tahu misteri asal-usul sejarah Indonesia di masa lampau dengan pendekatan geologis, perhitungan fisika nuklir, arkeologis, filosofis, hingga pendekatan etnolinguistik. “Salah satu indikasi temuan Santos mendekati kebenaran adalah kenyataan dan fakta bahwa pernah ditemukannya Pithecanthropus Erectus, sebagai manusia terpurba di Indonesia,” jelas Prof. Dr. Jimly Assidiqie, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, pada Seminar Nasional: Indonesia, Atlantis yang Sesungguhnya, Sabtu (20/2) lalu, di Museum Indonesia, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Jimly—yang juga hadir bersama Dr. Radar Panca Dahana (budayawan), Prof. Dr. Harry Truman (Ketua Ikatan Arkeologi Indonesia), Dr. Oman Abdurrahman (Badan Geologi Bandung), dan Dr. Awang H Stayana (Geolog dari Bandung) sebagai pembicara dalam seminar itu—mengatakan bahwa bukti Pithecantropus tersebut menunjukkan peradaban hebat bangsa Indonesia di masa lalu. Radar, yang menganalisis temuan Santos dengan pendekatan filologi, antropologis dan arkeologis, sepakat bahwa relief-relief, bangunan-bangunan dan artefak bersejarah peninggalan manusia menjelaskan adanya kehidupan modern jutaan tahun lalu di Indonesia. Namun demikian, Prof. Dr. Harry Truman dan Dr. Awang H Satyana justru meragukan kebenaran temuan Santos di bukunya.
Meski Harry mengakui adanya pendapat dari pakar geologi dunia yang mengemukakan teori tentang asal muasal penyebaran ras Austronesia (ras yang menempati hampir setengah luas bumi dan memiliki lebih dari 1.200 rumpun bahasa) adalah dari sundaland yang tenggelam di akhir zaman es. Menurut Harry, Sundaland atau yang lebih dikenal dengan Paparan Sunda inilah yang diduga Santos sebagai Atlantis, benua yang punya peradaban tinggi, yang keberadannya selalu menjadi misteri. “Atlantis yang hilang itu tidaklah di mana-mana, itu hanya sebuah fiksi. Berbagai data dan fakta empirik melalui pendekatan geologik mengenai hal tersebut tidak bisa menjelaskan keberadaan Atlantis di Indonesia," tandas Ketua Ahli Ikatan Arkeologi Indonesia ini. Senada dengan Prof Harry, Dr. Awang juga berpendapat bahwa wacana Atlantis yang hilang adalah Indonesia terlalu dini untuk disimpulkan. Menurutnya, Santos menggunakan pendekatan kontemplasi dalam penetian yang dilakukannya selama 30 tahun ini. Tak ada argumentasi yang faktual dan aktual yang mendukung kebenaran teorinya mengenai Atlantis yang tak lain adalah Indonesia.“Bila dibandingkan dengan buku Eden in the East, karya Stephen Oppenheimer, buku ini masih sangat jauh memberikan gambaran fakta dan data geologi yang akurat. Paparan Santos hanya berangkat dari dongeng yang sumber kebenarannya nggak ada,” kata Dr. Awang. Dr. Awang mencontohkan, wacana yang menyebutkan 11.600 tahun yang lalu terjadi letusan gunung Krakatau, yang dipaparkan oleh Santos dalam bukunya tidak memiliki bukti geologi yang kuat. Keraguan Dr. Awang dan Prof. Harry juga dijelaskan pada fakta bahwa peradaban Atlantis paling cocok dengan kebudayaan tengah, kebudayaan Minoa, karena menurut penelitian geologi, pernah ada gunung meletus yang besar. Dan di sanalah terdapat kesesuaian ciri dan data geografis tentang letak Atlantis seperti yang dipaparkan Plato dalam buku berjudul Timeaus.Atlantis merupakan sebuah kawasan benua yang pertama kali dikenal dari dua karya Plato, Timeaus dan Critias. Dalam dua buku ini, Plato menjelaskan bahwa Atlantis adalah Negara yang makmur yang menjadi induk peradaban dunia dari budaya, sumber daya alam, teknologi, dll. Menurut Dr. Awang, bagi orang awam wacana atau teori santos yang menyebutkan Indonesia merupakan benua Atlantis dianggap sebagai hal yang membanggakan. “Karena di era Atlantis itu katanya masa di mana puncaknya kemajuan dan peradaban dunia. Namun harap diingat pula bahwasanya masa Atlantis itu masa di mana degradasi moral juga mencapai puncaknya. Jadi, menurut saya ada plus-minusnya, jadi jangan terlalu bangga juga dengan isu bahwa Indonesia merupakan benua Atlantis,” pungkas Dr. Awang. [nyimas]
No comments:
Post a Comment