Thursday, August 28, 2008



PETUAH BIJAK SEORANG PROFESOR

Pesan Terakhir Randy Pausch yang Menikmati Saat Terakhirnya Tanpa Berpikir Tentang Kematian

Buku ini dikembangkan dari kuliah terakhir The Last Lecture yang diberikan oleh Randy Pausch di hadapan mahasiswa Universitas Carnegie Mellon pada 18 September 2007 silam. Sebuah kuliah yang amat menyentuh yang membuat kisah Pausch menarik perhatian banyak orang di seluruh dunia.
(Jurnal Nasional, 24-Agustus-2008)


Jika kita harus mati besok, apa yang kita inginkan sebagai pusaka kita? " Demikian Randy Pausch membuka bagian pertama buku The Last Lecture.

Randy Pausch, adalah profesor jurusan Ilmu Komputer, Interaksi Manusia dan Komputer dan Desain dari Carnegie Melon University. Sebagai seorang dosen karier Pausch cukup cemerlang, juga dipercaya mengembangkan software untuk banyak perusahaan besar semisal Walt Disney dan Electronic Arts. Hingga suatu hari dokter memvonis matinya pada Agustus 2007 bahwa kanker Pankreas yang dideritanya telah menyebar ke seluruh tubuh

Pausch mengetahui bahwa dirinya terkena kanker pankreas sejak 2006. Untuk mencegah penyebarannya ia telah menjalani serangkaian operasi. Namun operasi ini gagal melenyapkan sel kanker yang bersarang di tubuhnya. Hingga akhirnya, suatu hari pada Agustus 2007, diagnosa dokter menemukan bahwa kankernya gagal disembuhkan. Di pankreasnya telah tumbuh sepuluh buah tumor, yang tak lama lagi akan menyebar ke seluruh tubuh. Hidup Randy Pausch diperkirakan tidak sampai tiga bulan lagi.

Buku ini dikembangkan dari kuliah terakhir The Last Lecture yang diberikan oleh Randy Pausch di hadapan mahasiswa Universitas Carnegie Mellon pada 18 September 2007 silam. Dalam kuliah yang ia beri judul Really Achieving Your Child Hood Dream tersebut membuat terkesan 400 audiens yang hadir di sana. Sebuah kuliah yang amat menyentuh yang membuat kisah Pausch menarik perhatian banyak orang di seluruh dunia.

Di Universitas Carnegie Mellon, kuliah terakhir The Last Lecture ini telah menjadi semacam tradisi, di mana para profesor memberikan kuliah dengan membayangkan seandainya kuliah tersebut adalah kuliah terakhir yang akan mereka berikan.

"Hari ini kita tidak akan membicarakan tentang Kanker," ujar Pausch dalam pidato tersebut. "Karena, saya sudah terlalu banyak menghabiskan waktu membicarakan hal yang satu itu, dan kita juga tidak akan membicarakan tentang hal-hal yang sebenarnya amat penting bagi saya, misalnya tentang istri dan anak saya, sebab saya tak mampu membicarakan tentang mereka tanpa berurai air mata," kata Pausch.

Dalam pidato itu, Pausch mengungkapkan bagaimana vonis mati yang diberikan dokter malah membuatnya makin bersemangat hidup, dan alih-alih memusatkan diri berpikir tentang kematian, ia mengatakan akan melakukan semua yang menjadi impiannya dalam sisa waktu yang ia punya.

Saat kecil menurut Pausch ia memiliki impian-impian yang cukup konkret: ia ingin berada dalam ruang. bergravitasi nol, bermain sepak bola di National Football League, menulis artikel untuk World Book Encyclopedia, menjadi Kapten Kirk di Startrek, juga bekerja untuk Disney.

Sebagian besar keinginan itu benar-benar jadi nyata sebelum kematiannya. Proyek Virtual Reality yang dikembangkan Pausch membuat dirinya dan murid-muridnya mendapatkan izin untuk naik ke cockpit pesawat yang dikenal dengan nama Vomit Comet. Di dalamnya ada mekanisme khusus yang menciptakan ruangan pesawat ini bebas gravitasi. la juga berhasil membujuk Disney untuk memberikan kesempatan padanya merancang permainan Virtual Reality Magic Carpet Rides dan The Pirates of the Caribean di wahana bermain Disney.

Sutradara JJ. Abrams yang mendengar tentang keinginan Pausch juga mengundangnya untuk memainkan sebuah peran kecil dari firm Star Trek yang sedang dikerjakannya. Cerita Pausch yang inspirasional kemudian membuat ia diundang oleh dua acara bincang-bincang terkemuka di Amerika, Diane Sawyer dan the Oprah Winfrey Show.

Buku ini ditulis oleh Pausch bersama-sama dengan Jeffrey Zaslow, seorang kolumnis dari The Wall Street Journal. Ide untuk menjadikan kuliah terakhir Pausch sebuah buku muncul ketika Zaslow ikut menyaksikan kuliah terakhir yang menyentuh itu.

Pausch setuju membuat buku ini lantaran ia ingin meninggalkan pesan bagi anak-anaknya kelak. "Di balik pesan yang bersifat akademis, sebenarnya saya mencoba memasukkan diri saya ke dalam sebuah botol yang suatu hari nanti akan terdampar di pantai untuk anak anak saya. Seandainya saya ini pelukis, saya akan melukis untuk mereka. Jika saya musisi, saya akan menggubah lagu. Tetapi saya adalah dosen. Maka saya memberikan kuliah. “(hal.VIII)

Selain berupa semi otobiografi, buku ini juga berisi pandangan-pandangan Pausch mengenai kehidupan, tentang integritas dan apa yang menurutnya harus dimiliki seseorang dalam karakternya. Nasihat-nasihat sederhana bagaimana seseorang seharusnya menjalani kehidupan tanpa harus terlalu mempedulikan pendapat orang misalnya.

Seandainya tidak seorangpun mencemaskan apa yang ada dalam pikiran orang lain, kita semua akan 33 persen lebih efektif dalam hidup dan pekerjaan kita (hal.200)

Buku ini ditulis dalam waktu 53 hari. Menurut Zaslow selama ini pengerjaan buku ini, Pausch selalu bersemangat. Namun pada saat menulis bab akhir, Pausch menjadi lebih emosional. “Karena baginya ini sama artinya dengan akhir kuliahnya, buku, juga hidupnya,” ujar Zaslow dalam sebuah wawancara dengan Associated Press tak berapa lama setelah kematian Pausch.

Zaslow menikmati setiap harinya.”Proses pembuatan buku itu adalah 53 hari paling menyenangkan dalam hidup saya. Saya seolah-olah menampilkan sebuah pertunjukan,” ujar Pausch kepada Associated Press suatu hari. “Seolah-olah saya mendengarkan 53 kuliah yang ia berikan.”

Semangat hidup yang tinggi membuat Pausch hidup lebih lama daripada yang diperkirakan oleh dokter. Namun akhirnya, Pausch menyerah pada penyakitnya. Ia mreninggal di usia 47 tahun pada 25 Juli 2008 lalu

No comments:

Twitter Facebook

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes