Thursday, November 22, 2007

Saatnya Perang Melawan Korporatokrasi

Pengakuan Bandit Ekonomi
(Kelanjutan Kisah Petualangannya di Indonesia dan Negara Dunia Ketiga)
John Perkins
Penulis : John Perkins
Penerbit: Ufuk Press
Edisi : I. Agustus 2007
Tebal : xxviii + 465 halaman

“Bagi mereka pendapat bahwa teori konspirasi hanya sebuah mitos, kedua buku Perkins bisa meruntuhkan pendapat tersebut. Ada dalang dibalik kejadian besar dunia dan yang terjadi di beberapa negara. Bahkan dalang itu pula yang memainkan peran penting di Indonesia”.
(Media Indonesia, 17 November 2007)

Baru membuka awal buku, pembaca akan dikejutkan dengan sebuah petikan pernyataan menyengat, 'Indonesia akan menjadi korban pertama saya'. Perkins pun membuktikan tekadnya dengan merambah Indonesia pada 1971. Imperium korporatokrasi (koalisi pemerintah, bank, dankorporasi) Amerika Serikat (AS) ditancapkan di negeri ini.

Ada alasan kuat AS mengeksploitasi Indonesia. Negeri ini besar dan memiliki kandungan minyak berlimpah. Indonesia jugabisa menjadi benteng mekarnya komunisme di Asia Tenggara. Yang lebih menyedihkan, penjarahan itu dilakukan melalui kolaborasi kotor dengan orang pribumi sendiri, yakni para penguasa dan kroni-kroninya
.
Perkins telah mengulas tentang Indonesia di buku pertamanya yang laris manis, Confessions of an Economic Hit Man (2004). Namun, sepuluh bab pertama buku kedua ini menyajikan Indonesia dalam gambaran yang lebih 'basah' tentang ketundukan pemerintah Indonesia pada korporatokrasi global.

Kecamannya terhadap lembaga dunia seperti World Bank dan Dana Moneter Internasional (IMF) juga tidak kalah pedas jika dibandingkan dengan kritik pemenang Hadiah Nobel bidang ekonomi 2001, Joseph E Stiglitz, dalam buku-bukunya, Globalization and Its Discontent (2002) atau The Roaring Nineties: A New History of the World's Most Prosperous Decade (2003). Ia bahkan menyetir pembaca untuk berkesimpulan bahwa tolok ukur keberhasilan pemerintahan Indonesia yang selalu dikam-panyekan adalah suatu bualan (hlm 34).

Meskipun ini adalah buku kedua, pembaca yang belum melahap buku sebelumnya tidak perlu khawatir terpenggal jalinan kisahnya. Perkins cukup cerdik dalam penyajiannya. Sebagian persoalan pokok dan beberapa hal yang diulas di buku sebelumnya juga diuraikan singkat dalam buku ini.

Jika pada buku pertama sistematika ditulis dalam rentang periode waktu dari 1963 hingga 2004 dalam empat bagian, buku ini disajikan dalam pemetaan kisah kejahatan korporatokrasi per kawasan di negara-negara dunia ketiga, yakni Asia, Amerika Latin, Timur Tengah, dan Afrika.

Di empat kawasan tersebut, AS berusaha menancapkan kekuasaannya dan mengeruk potensi sumber daya alam. Segala cara dilakukan, mulai penyuapan, mengobarkan konflik, hingga bahkan pembunuhan dan invasi militer.

Misi Perkins sebagai seorang konsultan adalah meyakinkan para pemimpin negara dunia ketiga agar mau melayani AS. Jika gagal meyakinkan, konsekuensinya sangat tragis bagi kekuasaan atau nyawa pemimpin negara tersebut. Para jakal akan menggantikan peran Perkins dengan caranya sendiri. Itu yang terjadi pada Arbenz dari Guatemala, Allende dari Cile, Torrijos dari Panama, dan Roldos dari Ekuador yang dibunuh atau digulingkan CIA (him 136).

Terhadap para pemimpin tersebut, Perkins kagum. Termasuk pemimpin lain yang tidak mau tunduk pada ketamakan AS. Begitu kuat keinginan AS untuk memperluas imperiumnya, tidak berarti semua berjalan mulus. Banyak perlawanan, bahkan kegagalan.

Bab demi bab buku ini mampu menyedot penasaran pembaca dan akan memekarkan kebencian terhadap ketamakan korporatokrasi AS. Perkins mengaku hanya mengungkap fakta, tetapi opini dan sikap akan terbentuk di benak pembaca.

Cerita di buku ini bisa jadi hanya sebuah puncak gunung es dari imperium AS yang sebenarnya. Tidak semua bisa diakses Perkins sehingga banyak yang tak terungkap. Bahkan Perkins juga tidak menduga saat seorang pejabat Brasil bercerita bahwa semua partai politik, termasuk kandidat komunis radikal yang sepertinya menentang AS, ternyata juga dikendalikan Washington (him 165).

Semangat perlawanan

Keinginan kuat para pemimpin Amerika Latin untuk melawan AS demi kepentingan bangsanya menjadi cambuk tersendiri bagi Perkins. Di bawah ancaman pembunuhan, Perkins bertekad untuk terus mengumandangkan kepada dunia tentang ketamakan negaranya sendiri
.
Pascapenerbitan buku pertama, banyak yang tergugah. Para bandit ekonomi, jakal, reporter, sukarelawan korps perdamaian, juga eksekutif korporat, Bank Dunia, IMF, dan pejabat pemerintah yang turut aktif terlibat dalam imperium korporatokrasi menemui Perkins dengan pengakuan masing-masing.

Bagi Perkins, ketamakan AS tidak boleh diteruskan. 'Kita haras bertindak, kita harus berubah', ajak Pekins (him xvi). la adalah intelektual yang bertanggung jawab. Untuk menebus kesalahannya, di bagian terakhir buku, iamengobarkan semangat perang melawan korporatokrasi.

Perkins sadar benar kekuatan imperium AS. Tidak gampang melawannya. Tapi di sinilah otak cerdas Perkins. La menggambarkan kisah heroik Jenderal George Washington memimpin pasuka AS melawan penjajah Inggris, imperium terbesar di zaman itu. la ingin mengajak semua orang untuk tidak patah semangat, kekuatan besar tetap bisa dikalahkan
.
Keyakinan lain Perkins adalah bahwa manusia tetap punya nurani. Diantara para pemimpin korporatokrasi masih masih ada yang disenruh kesadarannya. Tidak semuanya rakus. Keyakinan itu bertemu dengan kekuatan dengan kekuata efektif dalam perjuangan, yakni lembaga swadaya masyarakat (LSM)

Dalam balutan kisah yang lebih dramatis dan mencengangkan, buku itu menumbuhkan optimisme perjuangan dan mengajak kita untuk mewariskan dunia yang tidak diceraiberaikan kebencian dan penderitaan, dan yang tidak diporak-porandakan perang dan terorisme.

Bagi mereka pendapat bahwa teori konspirasi hanya sebuah mitos, kedua buku Perkins bisa meruntuhkan pendapat tersebut. Adadalang dibalik kejadian besar dunia dan yang terjadi di beberapa negara. Bahkan dalang itu pula yang memainkan peran penting di Indonesia

Di balik kisat Perkins yang mampu mendidihkan otak kita, buku ini masih menyisakan penasaran. Meskipun buku ini berkisah tentang masa lalu, akan lebih menarik jika dalam pengantar buku disajikan perkembangan kekinian dan (mungkin) prediksi akhir dari pembangkangan yang dilakukan para pemimpin negara dunia ketiga seperti Ahmadinejad (Iran), Fidel Castro (Kuba), Hugo Chavez (Venezuela) atau Evo Morales (Bolivia)

Di beberapa bab awal buku, mungkin pembaca akan kecewa jika ingin menikmati aksi bandit Perkins. Ia hanya memberikan kisah perjalanan di Indonesia, bak orang sedang tamasya. Namun ia mampu mendeskripsikan kondisi sosiokultural Indonesia masa itu

Judul buku Pengakuan Bandit Ekonomi John Perkins (Kelanjutan Kisah Petualangannya di Indonesia dan Negara Dunia Ketiga) terasa kurang pas karena judul aslinya adalah The Secret History Of The American Empire;Economics Hitman, Jackals, and The Truth about Global Corruption. Apalagi judul buku versi Indonesia ini sangat mirip dengan judul buku Perkins sebelumnya, Confessions of an Economic Hitman

Munawar Kasan
Koordinator Indonesia Readers Society

No comments:

Twitter Facebook

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes