JUDUL : Rahasia di Balik Al-Aqsha
PENULiS : Abu Aiman
PENERBIT : Ramala Books
Cetakan : Pertama, September 2007
TEBAL : 255 halaman
"Dengan gaya bahasa naratif dan argumentatif, buku ini mampu menyajikan kajian serius namun enteng dicerna" (Adil No. 26, Oktober 2007)
Termasuk dalam tahap-tahap perusakan tersebut adalah penghancuran Pintu al-Buraq atau pintu al-Magharibah. Pintu yang pernah dilalui oleh Rasulullah Saw saat melakukan isra' ke Masjid al-Aqsha
Sejak menduduki Palestina dan mendirikan negara ilegal Israel pada 1947, kaum Zionis tak henti-hentinya melakukan berbagai teror, yang tidak hanya menimpa warga Palestina, melainkan juga situs-situs bersejarah umat Muslim. Salah satunya adalah upaya perusakan berkedok "penggalian arkeologis" terhadap area Bait al-Maqdis, yang meliputi Masjid al-Aqsha dan Qubbah as-Sakhra.
Proyek perusakan ini mereka lakukan tak lama setelah kemenangan Israel atas Arab dalam perang enam hari 1967. Tahap pertama perusakan dilakukan oleh sebuah tim yang dipimpin oleh Profesor Benjamin Meizar. Kemudian dilanjutkan dengan tahap-tahap berikutnya, yang total seluruhnya memberi dampak kerusakan cukup besar pada fondasi Masjid al-Aqsha dan Qubbah as-Sakhra.
Termasuk dalam tahap-tahap perusakan tersebut adalah penghancuran Pintu al-Buraq atau pintu al-Magharibah. Pintu yang pernah dilalui oleh Rasulullah Saw saat melakukan isra' ke Masjid al-Aqsha. Diberitakan bahwa Israel diperkirakan telah menghancurkan 100 meter jalan akses ke Pintu al-Magharibah. Israel juga melenyapkan semua bebatuan bersejarah di lokasi itu. Padahal, jalan akses tersebut merupakan salah satu penyangga penting bagi pagar yang mengelilingi Masjid al-Aqsha. Sehingga, bila penyangga ini hancur, maka pagar akan mudah runtuh. Dan keruntuhannya itu akan sangat berpengaruh bagi keruntuhan Masjid al-Aqsha.
Mengenai klaim Israel bahwa di area Bait al-Maqdis terdapat situs bersejarah peninggalan Yahudi, ini merupakan mitos yang dibantah melalui penelitian sejarah Israel sendiri. Sebuah lembaga penelitian modern milik Israel, Jerusalem Center, pernah melakukan penelitian detail di sekitar Tembok Ratapan, dekat lokasi Pintu al-Magharibah. Hasilnya, mereka menegaskan bahwa seluruh area Masjid al-Aqsha, termasuk Tembok Ratapan, merupakan situs bersejarah milik Muslimin saja, tidak ada kaitannya dengan sejarah Yahudi. Hal ini dinyatakan sendiri oleh Samuel Berigo, seorang doktor arkeologi Israel.
Pada 1930, sejumlah utusan Muslim membentuk tim segitiga untuk membahas lokasi Tembok Ratapan. Hasil kajian mereka menyebutkan bahwa hanya sejarah Muslimin saja yang seharusnya memiliki area Tembok Ratapan. Karena, lokasi tembok ini merupakan bagian dari area Bait al-Maqdis (Haram al-Quds asy-Syarif) yang merupakan peninggalan sejarah Islam. Rekomendasi tim segitiga itu memperoleh apresiasi dari lembaga internasional, karena hasil penelitiannya dianggap sesuai dengan standarilmiah, netral, dan objektif.
Namun, semua itu tak dihiraukan oleh Israel. Karena, memang proyek perusakan yang bertujuan untuk meratakan area Bait al-Maqdis dengan tanah ini sebenarnya tak lain hanyalah demi membangun Kuil Mesianik Ketiga, dalam rangka menyongsong meletusnya perang besar Armagedon dan datangnya figur Mesiah Yahudi. Bahkan, Israel kini sedikit lebih berani dalam melakukannya, termasuk tak menggubris kritik tegas UNESCO terhadap aksi penggalian ilegalnya itu.
Imam Khomeini, sejak masa awal kemenangan Revolusi Islam, sebenarnya telah memperingatkan Muslimin tentang hal ini. Dalam Pesan Hajinya (6 September 1981), beliau berkata, "la (Anwar Sadat) telah membentuk aliansi dengan Israel yang saat ini, di samping melakukan kejahatan-kejahatan di kawasan, juga melakukan kejahatan besar lainnya, yaitu penggalian di area Masjid al-Aqsha, kiblat pertama umat Muslim. Sehingga, dengan melemahnya fondasi masjid ini, kiblat pertama Muslimin wal 'iyadzu billah akan hancur dan Israel akan mencapai keinginan busuknya”. Namun sayangnya, seruan ini tidak memperoleh tanggapan serius dari para pemimpin negara-negara Muslim, terutama negara-negara Arab.
Isu perusakan inilah yang ingin disajikan penulis dalam buku ini, tentunya dengan pembahasan yang lebih detail. Penulis memang lihai dalam mengangkat isu yang mungkin terlupakan dari benak sebagian Muslimin itu, dikarenakan begitu gencarnya aksi-aksi teror fisik Israel terhadap warga Palestina, yang cukup menyita perhatian dan memadati media massa dunia.
Dengan gaya bahasa naratif dan argumentatif, buku ini mampu menyajikan kajian serius namun enteng dicerna. Ditambah lagi dengan beragam foto pendukung, yang menjadikan buku ini tidak membosankan, meskipun dibaca berkali-kali. Apalagi ditunjang oleh kepakaran penulis di bidang kristologi, sehingga buku ini pun mampu menghadirkan argumen-argumen bertenaga, dengan merujuk pada Bibel dan tentu saja al-Qur'an sebagai rujukan utama.
Selain tema perusakan Bait al-Maqdis, buku ini juga dengan gagah membahas tinjauan historis seputar peristiwa-peristiwa yang terukir di Yerusalem sejak zaman purba hingga modern, yang nampaknya menjadi bonus tersendiri bagi pembaca. Belum lagi, bukti-bukti yang mengungkap relasi antara Dinasti Bush dan beberapa pemimpin negara lainnya dengan gerakan Zionisme Internasional. Sehingga, nampaknya penulis ingin menyampaikan pesan "beli satu dapat tiga" sekaitan dengan bukunya ini.
Meskipun menurut saya tampilannya masih perlu dikembangkan lagi, namun secara keseluruhan muatan buku ini bagus, ilmiah, dan perlu dibaca. Terutama, yang perlu digarisbawahi adalah misi buku ini, yaitu mengungkap "rahasia besar" model lain penghinaan Zionis terhadap Muslimin. Wallahul Musta'an. • anis maulachela
ADIL No26 II I Oktober2007
No comments:
Post a Comment